RINGKASAN
Praktikum
ini bertujuan Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis mikoriza
dan berbagai jenis tanaman untuk meningkatkan produktivitas serta kualitas
tanah ultisol. Disamping itu untuk mengetahui beberap aspek sifat-sifat kimia
tanah yang terkait dengan peningkatan produktivitas dan kualitasnya.. Praktikum ini
dilaksanakan di Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala.
Praktikum ini berlangsung dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2015.
Rancangan
percobaan dalam penelitian ini menggunkan rancangan acak kelompok (RAK) pola
faktorial 4 x 3 dengan tiga ulangan. Dalam rancangan ini terdapat dua seri percobaan, dimana
seri pertama menggunakan jenis mikoriza
yaitu M0 : Tanpa mikoriza, M1 : Mikoriza jenis Glomus sp, M2 : Mikoriza jenis
Gigaspora dan M3 : Mikoriza jenis Campuran, kemudian pada seri ke dua menggunakan jenis tanaman yaitu T1 : Kacang tanah T2 : Kedelai dan T :
Jagung manis dan menggunakan tanah ultisol yang di ambil dari daerah Jantho,
Aceh Besar.
Parameter yang diamati antara lain tinggi tanaman, diameter
batang, hasil per tanaman, dan rata-rata bobot buah. Hasil daripada
percobaan didapatkan data diameter tanaman pada 36 HST yaitu hasil yang di
peroleh pada Interaksi antara perlakuan M dan T berpengaruh tidak nyata terhadap
produktivitas dan kualitas pada tanah ultisol. Sementara itu, tinggi tanaman
pada perlakuan M juga memperoleh hasil yang berpengaruh tidak nyata, dan pada perlakuan T memperoleh hasil
berpengaruh sangat nyata.
Untuk Keadaan ph pada interaksi antara tanah ultisol dan
tanaman setelah pernanaman berpengaruh sangat nyata pada peningkatan
produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Pada interaksi setelah penimbangan
berat berangkasan segar tanaman pada perlakuan M di dapatkan hasil yang
berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah
ultisol. Sedangkan pada hasil penimbangan berat basah berangkasan tanaman pada
perlakuan T di dapatkan hasil yang berpengaruh sangat nyata terhadap
peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Pada interaksi setelah
penimbangan berat kering berangkasan di dapatkan hasil yang
berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah
ultisol.
Pada pengamatan Jumlah
buah per tanaman perlakuan M didapatkan hasil yang berpengaruh tidak nyata
terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Sedangkan pada
berat buah per tanaman perlakuan T didapatkan hasil yang berpengaruh sangat
nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Untuk
pengamatan berat buah segar pada perlakuan M didapatkan hasil yang berpengaruh
tidak nyata, dan pada perlakuan T didapatkan hasil berpengaruh sangat nyata
terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol.
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Konservasi tanah
dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang
dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan
kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena
erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia
lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang. Konservasi
merupakan salah satu upaya untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman
hayati, konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam
hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin
kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
keanekaragaman serta nilainya.
Demikian juga dengan
tanah yang sangat mendukung keberadaan tanaman. Tanah sebagai media yang
seringkali digunakan oleh manusia sebagai tempat tumbuh tanaman yang ideal
karena di dalam tanah unsur hara terkandung cukup banyak, selain itu hal-hal
yang berkaitan dengan biologi tanah sebagai contoh mikroorganisme dalam tanah
juga sangat mendukung kegiatan penanaman. Pada dasarnya tidak seluruh unsur
hara yang berada di dalam tanah dapat dengan mudah diserap oleh akar tanaman.
Seringkali akar tanaman mengalami kesulitan dalam melakukan penyerapan baik
disebabkan karena faktor lingkungan berupa ketersediaan unsur yang minimal atau
bahkan berlebih.
Ultisol
merupakan salah satu jenis tanah yang terdapat pada iklim tropis, secacra
pedogenesis sudah matang. Di Indonesia tersebar luas 25% dari total luas
daratan Indonesia (45.794.000 ha), kini digunakan sebagai tanah pertanian lahan
kering. Tanah yang sudah berkembang mempunyai kedalaman yang baik untuk diolah
sekitar >90 cm. Kelemahan daripada tanah ultisol ini yaitu tingkat keasaman
yang tinggi karena basa-basa pendukung kesuburann tanah seperti Ca, K, dan Mg
sudah tercuci (leached) selama perkembangan
ultisol atau terpakai oleh tanaman yang tumbuh diatasnya.
Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah ultisol adalah dengan
cara melakukan pemupukan. Pupuk SP36 yang merupakan salah satu sumber hara P
dapat menjadi alternatif input hara pada tanah ultisol tersebut. Selain itu,
perbaikan kualitas kesuburan tanah ultisol dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungi
mikoriza arbuskula (FMA). FMA adalah fungi yang simbiosis mutualisme dengan
perakaran tananman tingkat tinggi. Kehadiran FMA penting bagi ketahanan suatu
ekosistem, stabilitas tanaman dan pemeliharaan serta keragaman tumbuhan serta
meningkatkan produktivitas tanaman.
Mikoriza berasal
dari kata Miko (Mykes = cendawan) dan Riza yang berarti Akar tanaman. Mikoriza
memerlukan akar tumbuhan untuk melengkapi daur hidupnya. Sebaliknya, beberapa
tumbuhan bahkan ada yang tergantung pertumbuhannya pada mikoriza. Beberapa
jenis tumbuhan tidak tumbuh atau terhambat pertumbuhannya tanpa kehadiran
mikoriza di akarnya. Mikoriza dibagi 2 yaitu endomikoriza dan Ektomikoriza.
Adapun faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikoriza yaitu
suhu, kadar air, pH tanah, bahan organik, cahaya dan ketersediaan
cahaya, logam berat dan unsur lain, serta fungisida. Selain itu ada juga
manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza,
seperti meningkatkan penyerapan unsur hara, tahan terhadap serangan pathogen, sebagai
konservasi tanah, sebagai sumber pembuatan pupuk biologis, dan lain sebagainya.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba
pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan
membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu, tanaman yang bermikoriza
umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan.
Mikoriza
merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dan jamur. Asosiasi antara
akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah
dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang
biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran
tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang
mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan
unsur hara.
Mikoriza juga
dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti
logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang
diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi
atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan. Selain itu mikoriza membantu kerja perakaran
tanaman, mikoriza juga mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap keadaan
lingkungan yang tidak menguntungkan seperti kekeringan dan salinitas.
1.2.
Tujuan Percobaan
Percobaan ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis mikoriza dan berbagai jenis tanaman
untuk meningkatkan produktivitas serta kualitas tanah ultisol. Disamping itu
untuk mengetahui beberap aspek sifat-sifat kimia tanah yang terkait dengan
peningkatan produktivitas dan kualitasnya.
1.3. Hipotesis
1.
Aplikasi jenis mikoriza
berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas serta kualitas tanah
ultisol.
2.
Penggunaan beberapa
jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas serta
kualitas tanah ultisol.
3.
Terdapat interaksi
antara aplikasi mikoriza dan jenis tanaman terhadap peningkatan produktivitas
serta kualitas tanah ultisol.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Ultisol adalah salah satu jenis tanah
yang tersebar luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas
daratan di Indonesia. Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah, sehingga
diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning. Jenis tanah ini dicirikan oleh
adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan, sehingga mengurangi daya
resap air, serta meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah
(Soepraptohardjo, 1961).
Reaksi tanah Ultisol pada umum-nya masam
hingga sangat masam (pH 5-3,10). Kandungan hara pada Ultisol umumnya rendah
oleh adanya pencucian basa yang berlangsung intensif. Rendah-nya kandungan
bahan organik pada Ultisol disebabkan oleh proses dekomposisi yang berjalan
cepat dan sebagian terbawa erosi. Horizon argilik umumnya kaya akan Al sehingga
peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang tidak dapat menembus horizon ini
dan hanya berkembang di atas horizon argilik (Soekardi et al, 1993).
Potensi Ultisol di Indonesia cukup besar
untuk pengembangan tanaman pangan, tetapi kurang produktif. pH rendah,
kandungan hara N, P, K, Mg dan Ca rendah, Al dan Mn tinggi sering menjadi
kendala pertumbuhan tanaman di lahan ini. Mikoriza vesikular arbuskular banyak
ditemukan di Ultisol, karena mempunyai kemampuan bertahan hidup pada lahan
tersebut. Mikoriza mempunyai potensi untuk dikembangkan pada Ultisol, sehingga
dapat memperbaiki ketersediaan hara bagi tanaman di lahan tersebut (Prihastuti,
2007).
Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan
simbiosis mutualisme antara cendawan dengan perakaran tumbuh-tumbuhan tinggi.
Cendawan menyerang akar tanaman tetapi tidak bersifat parasit, sebaliknya
memberikan keuntungan pada tanaman inang (host) nya antara lain meningkatkan
serapan hara tanaman. Cendawan juga memperoleh makanan antara lain karbohidrat
dari tanaman inangnya. Pemberian Mikoriza juga usaha yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki kondisi tanah, mempertinggi daya hidup dan laju pertumbuhan bibit
yang baru dipindahkan ke lapangan. Pemberian mikoriza dalam penanaman jagung
merupakan terobosan baru dibidang pertanian. Peran utama mikoriza yaitu mampu
mentranslokasikan fosfor dari tanah kedalam tanaman dengan membentuk hifa yang
tumbuh pada akar tanaman dan berfungsi sebagai perluasan permukaan serapan
akar, sehingga permukaan tanaman bermikoriza lebih baik dibandingkan tanaman
tanpa mikoriza (Husin, 2000).
Mikoriza Multispora terdiri dari (Glomus,
Gigaspora, Acaulospora). Mikoriza multispora dapat menerima karbohidrat dan
faktor pertumbuhan dari tanaman inang sebagai sumber energi untuk pertumbuhan
dan perkembangannya sedangkan tanaman dapat meningkatkan serapan hara P
dan unsur hara lainnya oleh adanya koloni akar dengan mikoriza. Selain itu
dengan penambahan jamur mikoriza dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan
seperti auksin, sitokinin dan giberelin bagi tanaman inangnya (Muzakkir, 2010).
Di dalam jaringan akar,
mikoriza membentuk arbuskel yang berfungsi sebagai tempat pertukaran antara
mikoriza vesikular arbuscular (MVA) dengan akar tanaman inang. Selain itu, beberapa MVA juga
dapat membentuk vesikel yang terbentuk melalui penggelembungan hifa terminal.
Pertumbuhan hifa, pembentukan dan senescence arbuskel serta pembentukan
vesikel berhubungan langsung dengan pertumbuhan akar (Pujiyanto,
2001).
Perkembangan MVA di dalam
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, suhu, Fe, Al dan
mikroorganisme tanah. Glomus berkembang dengan baik pada pH 5,5 sampai
6,5, dan Acaulospora pada pH 5,0. Hasil penelitian Sastrahidayat menunjukkan
bahwa pada pH 4,5 hanya hifa yang halus saja yang dapat menginfeksi jaringan
akar tanaman inang. Kadar air tanah yang lebih sedikit akan lebih memacu
pembentukan spora mikoriza daripada tanah yang mempunyai kadar air berlimpah.
Tanah yang mempunyai sistem aerasi yang baik lebih memacu terbentuknya spora
MVA daripada tanah yang beraerasi jelek. Suhu tanah yang optimum untuk
perkembangan MVA berkisar antara 25-30 oC. Jika suhu tanah meningkat karena
adanya peningkatan suhu udara sekitar 40-45oC atau kurang dari 17-18oC,
perkembangan dan keefektifan MVA akan menurun (Sastrahidayat, 1992).
Mikoriza
Vesikular Arbuskular (mikoriza VA) membentuk hubungan mutualistik dengan hampir
85% spesies tumbuhan angiospermae, terutama tanaman legume seperti kedelai.
Infeksi mikoriza VA akan meningkatkan penyerapan P dari tanah, antara lain
dengan meningkatkan luas permukaan serapan akar di dalam tanah sehingga umumnya
tanaman yang bermikoriza mempunyai kadar P yang lebih tinggi daripada tanaman
yang tidak bermikoriza. P tanah yang rendah akan membuat mikoriza VA meningkatkan
pertumbuhan vegetatif pada tanaman inang (Poulton et al. 2001).
Cendawan
Mikoriza Arbuskular merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar
sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang
menghubungkan antara tanaman dengan rizosfer. Simbiosis
terjadi dalam akar tanaman dimana cendawan mengkolonisasi apoplast dan
sel korteks untuk mem-peroleh karbon dari hasil fotosintesis dari tanaman.
CMA termasuk fungi divisi Zygo-micetes, famili Endogonaceae yang terdiri
dari Glomus, Entrophospora, Acaulospora, Archaeospora, Paraglomus,
Gigaspora dan Scutellospora. Hifa memasuki sel kortek
akar, sedangkan hifa yang lain menpenetrasi tanah, membentuk chlamydospores.
80% tanaman dapat bersimbiosis dengan CMA serta terdapat pada
sebagian besar ekosistem alam dan pertanian serta memiliki peranan yang penting
dalam pertumbuhan, kesehatan dan produktivitas tanaman (Sofyan, 2005).
Kelangkaan pupuk kandang dan tingginya harga pupuk buatan yang tadinya
digunakan petani jagung, dapat digantikan posisinya dengan penggunaan mikroriza
dan pupuk Bio P 2000 Z. Kedua bahan ini tersedia dan sering digunakan dalam
budidaya jagung di ATP. Kebutuhan mikoriza untuk tanaman jagung adalah 20 kg
per ha dan kebutuhan pupuk hayati P 2000 Z adalah 5 L per ha. Penggunaan mikoriza dan pemberian pupuk
hayati Bio P 2000 Z akan sangat membantu dalam penyelesaian masalah ini.
peningkatan produksi pada jagung yang diberikan pupuk hayati, dibandingkan
dengan hasil jagung dari perlakuan tanpak pupuk hayati. Petani sangat mengharapkan
pupuk jenis ini banyak tersedia di pasaran sehingga mudah diperoleh dengan
harga yang terjangkau (Nurul dkk, 2010).
III. BAHAN DAN METODE
PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Percobaan
ini dilakukan di Kebun Percobaan dan Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala mulai Oktober 2015 sampai dengan
Desember 2015.
3.2. Alat dan Bahan
Alat
yang digunakan dalam penelitian ii antara lain yaitu: polibag persemaian dan
polibag 10 kg, autoklaf, ayakan tanah, cangkul, tali rafia, gembor, meteran,
jangka sorong, timbangan digital, meteran, hand sprayer, tinta quick
parker, mikroskop compound type nicon
102, cawan petri, saringan, pinset, kaca preparat, kaca penutup, oven, pH
meter, Hydrometer.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu: tanah ultisol, benih jagung manis, benih kacang tanah,
dan benih kedelai (varietas anjasmoro). Mikoriza jenis glomus sp, gigaspora dan
campuran.
3.3. Rancangan percobaan
Rancangan
percobaan dalam penelitian ini menggunkan rancangan acak kelompok (RAK) pola
faktorial 4 x 3 yang terdiri dari dua faktor yaitu:
Faktor pertama adalah jenis
mikoriza (M) yang terdiri dari 4 jenis yakni:
M0 : Tanpa mikoriza
M1 : Mikoriza jenis Glomus sp
M2 : Mikoriza jenis Gigaspora
M3 : Mikoriza jenis Campuran
Faktor kedua adalah jenis tanaman
yang terdiri dari 3 jenis yakni:
T1 : Kacang tanah
T2 : Kedelai
T3 : Jagung manis
Susunan
kombinasi perlakuan disajikan pada tabel 1 adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Susunan kombinasi
perlakuan antara jenis mikoriza dan jenis tanaman
Kombinasi Perlakuan
|
Jenis Mikoriza
(g/tanaman)
|
Jenis Tanaman
|
M0T1
|
Tanpa mikoriza
|
Kacang tanah
|
M0T2
|
Tanpa mikoriza
|
Kedelai
|
M0T3
|
Tanpa mikoriza
|
Jagung manis
|
M1T1
|
Glomus
|
Kacang tanah
|
M1T2
|
Glomus
|
Kedelai
|
M1T3
|
Glomus
|
Jagung manis
|
M2T1
|
Gigaspora
|
Kacang tanah
|
M2T2
|
Gigaspora
|
Kedelai
|
M2T3
|
Gigaspora
|
Jagung manis
|
M3T1
|
Campuran
|
Kacang tanah
|
M3T2
|
Campuran
|
Kedelai
|
M3T3
|
Campuran
|
Jagung manis
|
Secara
keseluruhan terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali
sehingga diperoleh 36 unit percobaan, tiap unit percobaan terdiri dari 2
tanaman sampel.
Data
yang diperoleh dianalisis dengan uji F, menggunakan model matematis RAK
faktorial sebagai berikut
Yjik = αi + Kj
+ Pk + (KP)jk + εijk
Keterangan:
Yijk : nilai
pengamatan untuk faktor kelompok pada taraf ke-i, faktor pemberian jenis
mikoriza pada taraf ke-j dan jenis tanaman pada taraf ke-k
αi : nilai
pengamatan pengaruh kelompok ke-i (i = 1,2,3)
Kj : pengaruh
pemberian jenis mikoriza (M) taraf ke-j (j = 1,2,3,4) Pk: pengaruh
pemberian jenis tanaman (T) taraf ke-k (k = 1,2,3) (KP)jk pengaruh
interaksi pemberian jenis mikoriza (M) taraf ke-j dan pemberian jenis tanaman
(T) taraf ke-k
εijk : galat percobaan
Apabila
Uji F berpengaruh nyata maka akn dilakukan uji lanjut BNJ. Uji rata-rata
perlakuan menggunakan Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
3.4.
Pelaksanaan Percobaan
3.4.1. Persiapan Media Tanam
Tanah yang digunakan dalam percobaan
ini diperoleh dari tanah hasil praktikum sebelumnya yang telah steril. Tanah
tersebut kemudian dimasukkan kedalam pot sebanyak 36 pot. Tiap pot berisi 15 kg
tanah.
3.4.2. Penanaman
Penanaman pada media perlakuan
dilakukan setelah tanah disiram sampai kapasitas lapang, kemudian mikoriza
ditaburkan kedalam lubang tanam, selanjutnya benih ditanam pada masing-masing
perlakuan ditanam 2 benih per pot. Kemudian berikan pupuk dasar berupa urea
SP36 dan KCl.
3.4.3. Pemeliharaan
Cara memelihara tanaman jagung dan
kacang tanah adalah dengan membersihkan rumput atau gulma dan mengatur
ketersediaan air.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil
Hasil
terlampir.
4.2.
Pembahasan
Berdasarkan praktikum konservasi tanah dan air yang telah
dilakukan dilapangan, yaitu melakukan konservasi pada tanah ultisol. Konservasi
ini dilakukan untuk memperbaiki tanah ultisol yang di ambil dari daerah Jantho,
Aceh Besar, yang mana tanah ultisol adalah tanah yang bersifat masam dengan kejenuhan basa
rendah. Ultisol
hanya ditemukan di daerah-daerah dengan suhu tanah rata-rata lebih dari 80C.
Ultisol adalah tanah dengan horizon argilik atau kandik bersifat masam dengan
kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman 1,8 m dari
permukaan tanah kaurang dari 35 persen, sedang kejenuhan basa pada kedalaman
kurang dari 1,8 m dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari 35 persen. Tanah
ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di
daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian terluas dari
lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian.
Tanah ultisol dicirikan oleh adanya
akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air
dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu
kendala fisik pada tanah Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi
kesuburan tanah.Hal ini karena kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya
ditentukan oleh kandungan bahan organik pada lapisan atas.Bila lapisan ini
tererosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan hara.Kemasaman
tanah berakibat pula terhadap baik atau buruknya atau cukup dan kurangnya unsur
hara yang tersedia, dalam hal ini pada pH sekitar 6,5 tersedianya unsur hara
dinyatakan paling baik, pada pH di bawah 6,0 unsur P, Ca, Mg, Mo ketersediaannya
kurang, pada pH di bawah 4,0 ketersedian unsur hara makro dan Mo dinyatakan
buruk sekali, pada pH rendah ketersediaan Al, Fe, Mn, Bo ketersediaannya akan
demikian meningkat di mana tanaman akan mengalami keracunan (Sutedjo dan
Kartasapoetra, 1987). Kekurangan P pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh
kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah, atau kandungan P
sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena diserap oleh unsur
lain seperti Al dan Fe (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).Kandungan hara pada tanah Ultisol
umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan
bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian
terbawa erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan
alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit
pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah,
sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan
fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat
dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan
organikhanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh
karena itu, peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui
perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik.
Upaya
konservasi yang dilakukan adalah menggunakan beberapa jenis mikoriza dan
beberapa jenis tanaman pada tanah ultisol serta dilakukan juga perlakuan
kontrol tanpa mikoriza.Jenis-jenis mikoriza yang digunakan adalah Mikoriza
jenis Glomus sp, Mikoriza jenis Gigaspora, Mikoriza jenis campuran.
Jenis tanaman yang digunakan yaitu kacang tanah, kedelai dan jagung manis.
Penggunaan mikoriza merupakan salah satu bentuk
asosiasi simbiosis mutualkisme antara akar tumbuhan dengan jenis jamur
tertentu.Fungsi mikoriza adalah untuk perbaikan nutrisi tanaman dan peningkatan
pertumbuhan, sebagai pelindung hayati (bio-protection), terlibat dalam
siklus biogeokimia, sinergis dengan mikroorganisme lain, dan mempertahankan
keanekaragaman tumbuhan. Aplikasi teknologi mikoriza pada tanah ultisol akan
mampu meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah sehingga bisa dihasilkan
produk pertanian yang maksimal.
Pada praktikum kali ini parameter
yang digunakan untuk fase pertumbuhan adalah: tinggi tanaman, diameter batang
sedangkan parameter pasca penen adalah: berat berangkas segar, berat buah
segar, jumlah buah atau polong dan berat kering. Berdasarkan sidik ragam tinggi
tanaman pada 15 HST, 22 HST, 29 HST dan 36 HST diperoleh bahwa: ketelitian
penelitian pada pengamatan tinggi tanaman ini relatif rendah (KK > 15%),
pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal satu
komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil
usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan
jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang
ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah
ultisol, akan tetapi terjadi interaksi yang tidak nyata antara perlakuan jenis
mikoriza dan jenis tanaman.
Pada parameter diameter diameter
yang dilakukan pada 15 HST, 22 HST, 29 HST dan 36 HST berdasarkan sidik ragam
diperoleh bahwa: ketelitian penelitian pada pengamatan diameter batang ini
relatif rendah (KK > 15%), pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil
eror, terdapat minimal satu komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang
sangat nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan
tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah
ultisol akibat perbedaan jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada
perbedaan jenis tanaman yang ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada
usaha konservasi tanah ultisol, serta terjadi interaksi yang sangat nyata
antara perlakuan jenis mikoriza dan jenis tanaman.
Parameter untuk pasca panen pada
berat berangkas segar berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa: ketelitian
penelitian pada pengamatan berat berangkas segar ini relatif rendah (KK >
15%), pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal
satu komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil
usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan
jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang
ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah
ultisol, akan tetapi terjadi interaksi yang tidak nyata antara perlakuan jenis
mikoriza dan jenis tanaman.
Parameter pada
berat buah segar berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa: ketelitian penelitian
pada pengamatan berat segar buah ini relatif rendah (KK > 15%),
pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal satu
komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil
usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan
jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang
ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah
ultisol, serta terjadi interaksi yang sangat nyata antara perlakuan jenis
mikoriza dan jenis tanaman.
Kemudian pada
parameter jumlah buah berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa: ketelitian
penelitian pada pengamatan jumlah buah ini relatif rendah (KK > 15%),
pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal satu
komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil
usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat
perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan
jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang
ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah
ultisol, akan tetapi terjadi interaksi yang tidak nyata antara perlakuan jenis
mikoriza dan jenis tanaman.
Reaksi tanah suatu istilah yang dipakai untuk
menyatakan reaksi asam basa dalam tanah. Reaksi kimia dan biokimia tanah hanya
dapat berlangsung pada reaksi tanah yang spesifik.Laju dekomposisi mineral
tanah dan bahan organik dipengaruhi oleh reaksi tanah.Sifat dan reaksi tanah
dapat diartikan sebagai keseluruhan reaksi fisika-kimia yang berlangsung antara
penyusun dan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah. Reaksi tanah adalah parameter
tanah yang dikendalikan kuat oleh sifat-sifat elektro kimia koloid-koloid
tanah, istilah ini menunjukan keasaman atau kebasaan tanah yang derajadnya
ditentukan oleh kadar ion
hidrogen dalam larutan tanah. Pengaruh pH terhadap tanah Reaksi tanah (pH)
mempunyai peranan yang penting terhadap ketersediaan unsur-unsur hara, baik
hara makro maupun hara mikro. Meningkatnya kelarutan ion¬ion Al, dan Fe dan
juga meningkatnya aktifitas jasad-jasad renik tanah sangat dipengaruhi oleh
keadaan phara Reaksi tanah berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara
di dalam tanah. Pada umumnya unsur hara makro akan lebih tersedia pada pH agak
masam sampai netral, sedangkan unsur hara mikro kebalikannya yakni lebih
tersedia pada pH yang lebih rendah. Tersedianya unsur hara makro, seperrti H
tanah pH dan ketersediaan unsur-unsur hara Reaksi tanah berpengaruh terhadap
ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah. Pada umumnya unsur hara makro
akan lebih tersedia pada pH agak masam sampai netral, sedangkan unsur hara mikro
kebalikannya yakni lebih tersedia pada pH yang lebih rendah. Tersedianya unsur
hara makro, seperti nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium pada pH 6.5. Unsur
hara fofor pada pH lebih besar dari 8.0 tidak tersedia karena diikat oleh ion
Ca. Sebaliknya jika pH turun menjadi lebih kecil dari 5.0, maka fisfat kembali
menjadi tidak tersedia. Hal ini dapat menjadi karena dalam kondisi pH masam, unsur-unsur seperti Al, Fe, dan Mn
menjadi sangat larut. Fosfat yang semula tersedia akan diikat oleh logam-logam
tadi sehingga, tidak larut dan tidak tersedia untuk tanaman. Beberapa tanaman
tertentu dapat kekurangan unsur hara mikro seperti Fe dan Mn. Untuk memperoleh
ketersediaan hara yang optimum bagi pertumbuhan tanaman dan kegiatan biologis
di dalam tanah, maka pH tanah harus dipertahankan pada pH sekitar 6.0 – 7.0.
Faktor
yang mempengaruhi pH tanah antara lain bahan induk, iklim, bahan organik, dan
perlakuan-perlakuan manusia yang diberikan pada tanah.Bahan induk masam mendorong
terbentuknya tanah yang bersifat masam sehingga pH nya akan bersifat asam,
sedangkan bahan induk basis akan membentuk tanah bersifat basis, sehingga
pH nya akan bersifat basa. Iklim juga ikut berpengaruh untuk menentukan ph
suatu tanah. Pada iklim didaerah basah (curah hujan tinggi) akan mendorong
berkembangnya tanah yang bersifat masam, sedangkan iklim di daerah kering
(curah hujan rendah) akan mendorong berkembangnya tanah yang bersifat basis.
Selanjutnya adalah bahan organik. Tanah yang memiliki kandungan bahan organik
sedikit, akan memiliki nilai pH yang tinggi dan bersifat basa, sedangkan tanah
yang memiliki kandungan bahan organik banyak akan memiliki nilai pH yang rendah
sehingga bersifat asam akibat banyaknya asam-asam organik hasil proses
humifikasi. Faktor keempat adalah perlakuan manusia terhadap pH yaitu
pada penggunaan pupuk dan bahan amelioran. Bila pupuk yang digunakan mempunyai
sifat fisiologis masam, maka akan menurukan pH tanah sedangkan bila pupuk yang
digunakan menggunakan bahan amelioran yang bersifat basis (kapur), maka pH
tanah akan meningkat. Faktor lain yang mempengaruhi ph tanah yaitu karena
adanya sifat misel. Sifat misel yang berbeda-beda dalam mendisosiasikan ion H
terjerap menyebabkan PH tanah berbeda pada koloid yang berbeda, walaupun
kejenuhan basanya sama.
Pada praktikum ini tanah yang
digunakan adalah tanah ultisol. Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga
sangat masam (pH 5−3,10), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping ang mempunyai
reaksi netral hingga agak masam (pH 6,80−6,50). Kapasitas tukar kation pada
tanah Ultisol dari granit, sedimen, dan tufa tergolong rendah masing-masing
berkisar antara 2,90−7,50 cmol/kg, 6,11−13,68 cmol/kg, dan 6,10−6,80 cmol/kg,
sedangkan yang dari bahan volkan andesitik dan batu gamping tergolong tinggi
(>17 cmol/kg). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa tanah Ultisol dari
bahan volkan, tufa berkapur, dan batu gamping mempunyai kapasitas tukar kation
yang tinggi. Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari
bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol
dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai
kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan
bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat
dengan pH tanah.
Berdasarkan tabel sidik ragam pengukuran
pH sebelum tanam dengan menggunakan pH meter pada masing-masing perlakuan,
diperoleh bahwa pH tanah ultisol berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan
mikoriza pada akar tanaman yang dinyatakan dalam F hitung 7,26**,
sedangkan F tabel 5% adalah 3,05dan
Ftabel 1% adalah 4,82, dan pH tanah ultisol berpengaruh tidak nyata
terhadap pertumbuhan tanaman yang
dinyatakan dalam F hitung 3,12tn, sedangkan F tabel 5% adalah 3,44 dan Ftabel 1% adalah 5,72.
Koofisien keragaman didapatkan sebesar
9,23%.
Berdasarkan tabel sidik ragam pengukuran pH setelah tanam
dengan menggunakan pH meter pada masing-masing perlakuan, diperoleh bahwa pH
tanah ultisol berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan mikoriza pada akar tanaman
yang dinyatakan dalam F hitung 4,03*, sedangkan F tabel 5% adalah 3,05dan Ftabel 1% adalah 4,82, dan
pH tanah ultisol berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam F
hitung 5,91**, sedangkan F tabel
5% adalah 3,44dan Ftabel 1% adalah 5,72. Koofisien Keragaman didapatkan sebesar 8,65%.
Berdasarkan tabel sidik ragam penimbangan berat
berangkasan kering tanaman pada masing-masing perlakuan,
diperoleh F hitung perlakuan mikoriza 0,08 tn ,F hitung
perlakuan tanaman 49,75** , Hasil interaksi antara MxT 0,13 tn, dimana perlakuan
mikoriza(M) berbeda tidak nyata terhadap produksi tanaman, perlakuan terhadap
tanaman (T) berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antar perlakuan
berpengaruh tidak nyata terhadap produksi berat berangkasan kering yang
dilakukan. Pada perlakuan M F tabel pada taraf 5% 3,05, pada taraf 1 % 4,82, pada perlakuan T nilai F tabel taraf 5%
3,44, F tabel pada taraf 1 % 5,72, perlakuan interaksi pada F tabel taraf 5%
2,55, F tabel taraf 1% 3,76. Kofesien keragaman yang didapat sebesar
48,55%.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh
dari praktikum konservasi tanah dan air adalah :
1. Upaya
konservasi yang dilakukan adalah menggunakan beberapa jenis mikoriza dan
beberapa jenis tanaman pada tanah ultisol serta dilakukan juga perlakuan
kontrol tanpa mikoriza.Jenis-jenis mikoriza yang digunakan adalah Mikoriza
jenis Glomus sp, Mikoriza jenis Gigaspora, Mikoriza jenis campuran.
Jenis tanaman yang digunakan yaitu kacang tanah, kedelai dan jagung manis.
2.
Pada parameter
jumlah buah berdasarkan sidik ragam diperoleh ketelitian penelitian pada pengamatan jumlah buah ini
relatif rendah (KK > 15%), terdapat
perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan
jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang
ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah
ultisol, akan tetapi terjadi interaksi yang tidak nyata antara perlakuan jenis
mikoriza dan jenis tanaman.
3.
Diperoleh
bahwa pH tanah ultisol berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan mikoriza
pada akar tanaman yang dinyatakan dalam F hitung 7,26**, sedangkan F
tabel 5% adalah 3,05dan Ftabel 1% adalah
4,82, dan pH tanah ultisol berpengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam F
hitung 3,12tn, sedangkan F tabel
5% adalah 3,44 dan Ftabel 1% adalah 5,72. Koofisien keragaman didapatkan
sebesar 9,23%.
5.2 Saran
Semoga praktikum yang dilakukan dapat dilanjutkan dengan
mengaplikasikan jenis-jenis mikoriza yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Husin, E.F.
2000. Cendawan Mikoriza Arbuskula.
Fakultas Pertanian. Universitas Andalas: Padang.
Muzakkir. 2010. Keragaman dan Potensi Pemanfaatan Fungi
Mikoriza Arbuskula Indigenus Bersama Pupuk Hijau Terhadap Tanaman Jarak Pagar.
Tesis Fakultas Pertanian. Universitas Andalas: Padang.
Nurul S. A. F, Dkk. 2010. Peningkatan Produksi Jagung
Melalui Penggunaa Mikoriza Dan Pupuk Hayati Di Desa Bakung Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan
Ilir Sumatera Selatan. Fakultas Pertanian. Universitas
Sriwijaya: Palembang.
Prihastuti.
2007. Peluang dan tantangan aplikasi
pupuk hayati pada tanaman kacang-kacangan. Agritek 15(3) : 617-624.
Poulton,
J.L., R.T. Koide and A.G. Stephenson. 2001. Effects
of mycorrhizal infection and soil phosphorus availability on in vitro and in
vivo pollen performance in Lycopersicon esculentum (Solanaceae). American Journal of Botany.
Sastrahidayat,
I.R. 1992. Pengaruh Pemberian hayati (Endomikoriza) pada Peningkatan
Produktivitas Tanaman Kacang-kacangan pada tanah Miskin Fosfor. Kerjasama
Badan Litbang Pertanian dan Unibraw, Malang.
Soepraptohardjo,
M. 1961. Tanah merah di Indonesia.
Contr. Gen. Agric. Res.Sta. No. 161. Bogor.
Sofyan,
A., Y. Musa dan H. Feranita. 2005. Perbanyakan Cendawan Mikoriza Arbuskular
(CMA) pada Berbagai Varietas Jagung (Zea mays L) dan Pemanfaatannya pada Dua
Varietas Tebu (Saccharum officinarum L). Jurnasl Sains dan Teknologi. Vol.
5 No.1 Hal. 12-20.
Subagyo, H., N.
Suharta dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah
pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hlm.
21-66.
LAMPIRAN HASIL PENGAMATAN
Lampiran 1. Pengamatan
Tinggi Tanaman 15 HST
Perlakuan
|
Kelompok
|
Total
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
M₀T₁
|
8
|
3
|
17
|
28
|
9,33
|
M₀T₂
|
12
|
18
|
25
|
55
|
18,33
|
M₀T₃
|
34
|
33
|
18
|
85
|
28,33
|
M₁T₁
|
9
|
0
|
0
|
9
|
3,00
|
M₁T₂
|
0
|
22
|
26
|
48
|
16,00
|
M₁T₃
|
36
|
33
|
38
|
107
|
35,67
|
M₂T₁
|
8,5
|
9
|
16
|
33,5
|
11,17
|
M₂T₂
|
21
|
15
|
29
|
65
|
21,67
|
M₂T₃
|
40
|
35
|
32
|
107
|
35,67
|
M₃T₁
|
8,5
|
6
|
15
|
29,5
|
9,83
|
M₃T₂
|
20,5
|
21
|
29
|
70,5
|
23,50
|
M₃T₃
|
33
|
34
|
34
|
101
|
33,67
|
Total
|
230,5
|
229
|
279
|
738,5
|
|
Rerata Umum
|
|
|
|
|
20,51
|
Lampiran 2. Analisis
Ragam Tinggi Tanaman 15 HST
SK
|
DB
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F tabel
|
||
0,05
|
0,01
|
||||||
Kelompok
|
2
|
134,85
|
67,42
|
1,60
|
tn
|
3,44
|
5,72
|
Perlakuan
|
11
|
4085,74
|
371,43
|
8,83
|
**
|
2,26
|
3,18
|
M
|
3
|
156,19
|
52,06
|
1,24
|
tn
|
3,05
|
4,82
|
T
|
2
|
3757,35
|
1878,67
|
44,65
|
**
|
3,44
|
5,72
|
MxT
|
6
|
172,21
|
28,70
|
0,68
|
tn
|
2,55
|
3,76
|
Galat
|
22
|
925,65
|
42,08
|
|
|
|
|
Total
|
35
|
5146,24
|
147,04
|
|
|
|
|
Keterangan : tn =
berbeda tidak nyata
Lampiran 3. Pengamatan
Diameter Batang 15 HST
Perlakuan
|
Kelompok
|
Total
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
M₀T₁
|
4
|
2,8
|
4,4
|
11,2
|
3,73
|
M₀T₂
|
2,2
|
4,6
|
4
|
10,8
|
3,60
|
M₀T₃
|
6,7
|
6,3
|
4,1
|
17,1
|
5,70
|
M₁T₁
|
3,4
|
0
|
0
|
3,4
|
1,13
|
M₁T₂
|
0
|
4,1
|
4
|
8,1
|
2,70
|
M₁T₃
|
6,2
|
4,5
|
6,1
|
16,8
|
5,60
|
M₂T₁
|
1,3
|
4,1
|
4
|
9,4
|
3,13
|
M₂T₂
|
3,6
|
2,8
|
3,7
|
10,1
|
3,37
|
M₂T₃
|
5,6
|
6,5
|
6
|
18,1
|
6,03
|
M₃T₁
|
2,5
|
2,7
|
4,4
|
9,6
|
3,20
|
M₃T₂
|
4,9
|
2,6
|
3,7
|
11,2
|
3,73
|
M₃T₃
|
5,2
|
6,9
|
8,1
|
20,2
|
6,73
|
Total
|
45,6
|
47,9
|
52,5
|
146
|
|
Rerata Umum
|
|
|
|
|
4,06
|
Lampiran 4. Analisis
Ragam Diameter Batang 15 HST
SK
|
DB
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F tabel
|
||
0,05
|
0,01
|
||||||
Kelompok
|
2
|
2,06
|
1,03
|
0,54
|
tn
|
3,44
|
5,72
|
Perlakuan
|
11
|
87,06
|
7,91
|
4,16
|
**
|
2,26
|
3,18
|
M
|
3
|
10,61
|
3,54
|
1,86
|
tn
|
3,05
|
4,82
|
T
|
2
|
71,04
|
35,52
|
18,67
|
**
|
3,44
|
5,72
|
MxT
|
6
|
5,41
|
0,90
|
0,47
|
tn
|
2,55
|
3,76
|
Galat
|
22
|
41,85
|
1,90
|
|
|
|
|
Total
|
35
|
130,97
|
3,74
|
|
|
|
|
Keterangan : ** =
berbeda sangat nyata
Lampiran 5.
Pengamatan Tinggi
Tanaman 22 HST
Perlakuan
|
Kelompok
|
Total
|
Rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
|||
M₀T₁
|
16
|
9
|
14
|
39
|
13,00
|
M₀T₂
|
24
|
34
|
31
|
89
|
29,67
|
M₀T₃
|
59
|
64
|
43,3
|
166,3
|
55,43
|
M₁T₁
|
17
|
0
|
0
|
17
|
5,67
|
M₁T₂
|
0
|
40
|
33
|
73
|
24,33
|
M₁T₃
|
54
|
50
|
67
|
171
|
57,00
|
M₂T₁
|
11
|
15
|
18
|
44
|
14,67
|
M₂T₂
|
39
|
27
|
35
|
101
|
33,67
|
M₂T₃
|
67
|
60
|
55
|
182
|
60,67
|
M₃T₁
|
17
|
13
|
18
|
48
|
16,00
|
M₃T₂
|
34
|
36
|
42
|
112
|
37,33
|
M₃T₃
|
59
|
55
|
66,5
|
180,5
|
60,17
|
Total
|
397
|
403
|
422,8
|
1222,8
|
|
Rerata Umum
|
|
|
|
|
33,97
|
Lampiran 6. Analisis
Ragam Tinggi Tanaman 22 HST
SK
|
DB
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F tabel
|
||
0,05
|
0,01
|
||||||
Kelompok
|
2
|
30,38
|
15,19
|
0,18
|
tn
|
3,44
|
5,72
|
Perlakuan
|
11
|
13347,54
|
1213,41
|
14,56
|
**
|
2,26
|
3,18
|
M
|
3
|
421,42
|
140,47
|
1,69
|
tn
|
3,05
|
4,82
|
T
|
2
|
12819,65
|
6409,82
|
76,90
|
**
|
3,44
|
5,72
|
MxT
|
6
|
106,47
|
17,75
|
0,21
|
tn
|
2,55
|
3,76
|
Galat
|
22
|
1833,78
|
83,35
|
|
|
|
|
Total
|
35
|
15211,70
|
434,62
|
|
|
|
|
Keterangan : tn =
berbeda tidak nyata
0 Komentar