Laporan Konservasi Tanah dan Air : Penimbangan Produktivitas dan Kualitas Tanah Ultisol Melalui Beberapa Jenis Mikoriza pada Beberapa Tanaman Pangan


RINGKASAN

            Praktikum ini bertujuan Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis mikoriza dan berbagai jenis tanaman untuk meningkatkan produktivitas serta kualitas tanah ultisol. Disamping itu untuk mengetahui beberap aspek sifat-sifat kimia tanah yang terkait dengan peningkatan produktivitas dan kualitasnya.. Praktikum ini dilaksanakan di Kebun Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Praktikum ini berlangsung dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2015.
            Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunkan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 4 x 3 dengan tiga ulangan. Dalam rancangan ini terdapat dua seri percobaan, dimana seri pertama menggunakan jenis mikoriza yaitu M0 : Tanpa mikoriza, M1 : Mikoriza jenis Glomus sp, M2 : Mikoriza jenis Gigaspora dan M3 : Mikoriza jenis Campuran, kemudian pada seri ke dua menggunakan jenis tanaman yaitu T1 : Kacang tanah T2 : Kedelai dan T : Jagung manis dan menggunakan tanah ultisol yang di ambil dari daerah Jantho, Aceh Besar.
            Parameter yang diamati antara lain tinggi tanaman, diameter batang, hasil per tanaman, dan rata-rata bobot buah.  Hasil daripada percobaan didapatkan data diameter tanaman pada 36 HST yaitu hasil yang di peroleh pada Interaksi antara perlakuan M dan T berpengaruh tidak nyata terhadap produktivitas dan kualitas pada tanah ultisol. Sementara itu, tinggi tanaman pada perlakuan M juga memperoleh hasil yang berpengaruh tidak  nyata, dan pada perlakuan T memperoleh hasil berpengaruh sangat nyata.
            Untuk Keadaan ph pada interaksi antara tanah ultisol dan tanaman setelah pernanaman berpengaruh sangat nyata pada peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Pada interaksi setelah penimbangan berat berangkasan segar tanaman pada perlakuan M di dapatkan hasil yang berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Sedangkan pada hasil penimbangan berat basah berangkasan tanaman pada perlakuan T di dapatkan hasil yang berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Pada interaksi setelah penimbangan berat  kering  berangkasan di dapatkan hasil yang berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol.
            Pada pengamatan Jumlah buah per tanaman perlakuan M didapatkan hasil yang berpengaruh tidak nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Sedangkan pada berat buah per tanaman perlakuan T didapatkan hasil yang berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol. Untuk pengamatan berat buah segar pada perlakuan M didapatkan hasil yang berpengaruh tidak nyata, dan pada perlakuan T didapatkan hasil berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan produktivitas dan kualitas tanah ultisol.





I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin berkurang. Konservasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati, konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman serta nilainya.
Demikian juga dengan tanah yang sangat mendukung keberadaan tanaman. Tanah sebagai media yang seringkali digunakan oleh manusia sebagai tempat tumbuh tanaman yang ideal karena di dalam tanah unsur hara terkandung cukup banyak, selain itu hal-hal yang berkaitan dengan biologi tanah sebagai contoh mikroorganisme dalam tanah juga sangat mendukung kegiatan penanaman. Pada dasarnya tidak seluruh unsur hara yang berada di dalam tanah dapat dengan mudah diserap oleh akar tanaman. Seringkali akar tanaman mengalami kesulitan dalam melakukan penyerapan baik disebabkan karena faktor lingkungan berupa ketersediaan unsur yang minimal atau bahkan berlebih.
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah yang terdapat pada iklim tropis, secacra pedogenesis sudah matang. Di Indonesia tersebar luas 25% dari total luas daratan Indonesia (45.794.000 ha), kini digunakan sebagai tanah pertanian lahan kering. Tanah yang sudah berkembang mempunyai kedalaman yang baik untuk diolah sekitar >90 cm. Kelemahan daripada tanah ultisol ini yaitu tingkat keasaman yang tinggi karena basa-basa pendukung kesuburann tanah seperti Ca, K, dan Mg sudah tercuci  (leached) selama  perkembangan ultisol atau terpakai oleh tanaman yang tumbuh diatasnya.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah ultisol adalah dengan cara melakukan pemupukan. Pupuk SP36 yang merupakan salah satu sumber hara P dapat menjadi alternatif input hara pada tanah ultisol tersebut. Selain itu, perbaikan kualitas kesuburan tanah ultisol dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungi mikoriza arbuskula (FMA). FMA adalah fungi yang simbiosis mutualisme dengan perakaran tananman tingkat tinggi. Kehadiran FMA penting bagi ketahanan suatu ekosistem, stabilitas tanaman dan pemeliharaan serta keragaman tumbuhan serta meningkatkan produktivitas tanaman.
Mikoriza berasal dari kata Miko (Mykes = cendawan) dan Riza yang berarti Akar tanaman. Mikoriza memerlukan akar tumbuhan untuk melengkapi daur hidupnya. Sebaliknya, beberapa tumbuhan bahkan ada yang tergantung pertumbuhannya pada mikoriza. Beberapa jenis tumbuhan tidak tumbuh atau terhambat pertumbuhannya tanpa kehadiran mikoriza di akarnya. Mikoriza dibagi 2 yaitu endomikoriza dan Ektomikoriza.
Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikoriza yaitu  suhu, kadar air, pH tanah, bahan organik, cahaya dan ketersediaan cahaya, logam berat dan unsur lain, serta fungisida. Selain itu ada juga manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza, seperti meningkatkan penyerapan unsur hara, tahan terhadap serangan pathogen, sebagai konservasi tanah, sebagai sumber pembuatan pupuk biologis, dan lain sebagainya. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu, tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan.
Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara.
Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu yang bersifat racun seperti logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut dalam hifa cendawan.  Selain itu mikoriza membantu kerja perakaran tanaman, mikoriza juga mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan seperti kekeringan dan salinitas.

1.2. Tujuan Percobaan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis mikoriza dan berbagai jenis tanaman untuk meningkatkan produktivitas serta kualitas tanah ultisol. Disamping itu untuk mengetahui beberap aspek sifat-sifat kimia tanah yang terkait dengan peningkatan produktivitas dan kualitasnya.

1.3. Hipotesis
1.      Aplikasi jenis mikoriza berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas serta kualitas tanah ultisol.
2.      Penggunaan beberapa jenis tanaman berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas serta kualitas tanah ultisol.
3.      Terdapat interaksi antara aplikasi mikoriza dan jenis tanaman terhadap peningkatan produktivitas serta kualitas tanah ultisol.





II. TINJAUAN PUSTAKA

Ultisol adalah salah satu jenis tanah yang tersebar luas mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan di Indonesia. Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah, sehingga diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning. Jenis tanah ini dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan, sehingga mengurangi daya resap air, serta meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah (Soepraptohardjo, 1961).
Reaksi tanah Ultisol pada umum-nya masam hingga sangat masam (pH 5-3,10). Kandungan hara pada Ultisol umumnya rendah oleh adanya pencucian basa yang berlangsung intensif. Rendah-nya kandungan bahan organik pada Ultisol disebabkan oleh proses dekomposisi yang berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Horizon argilik umumnya kaya akan Al sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang tidak dapat menembus horizon ini dan hanya berkembang di atas horizon argilik (Soekardi et al, 1993).
Potensi Ultisol di Indonesia cukup besar untuk pengembangan tanaman pangan, tetapi kurang produktif. pH rendah, kandungan hara N, P, K, Mg dan Ca rendah, Al dan Mn tinggi sering menjadi kendala pertumbuhan tanaman di lahan ini. Mikoriza vesikular arbuskular banyak ditemukan di Ultisol, karena mempunyai kemampuan bertahan hidup pada lahan tersebut. Mikoriza mempunyai potensi untuk dikembangkan pada Ultisol, sehingga dapat memperbaiki ketersediaan hara bagi tanaman di lahan tersebut (Prihastuti, 2007).
Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara cendawan dengan perakaran tumbuh-tumbuhan tinggi. Cendawan menyerang akar tanaman tetapi tidak bersifat parasit, sebaliknya memberikan keuntungan pada tanaman inang (host) nya antara lain meningkatkan serapan hara tanaman. Cendawan juga memperoleh makanan antara lain karbohidrat dari tanaman inangnya. Pemberian Mikoriza juga usaha yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi tanah, mempertinggi daya hidup dan laju pertumbuhan bibit yang baru dipindahkan ke lapangan. Pemberian mikoriza dalam penanaman jagung merupakan terobosan baru dibidang pertanian. Peran utama mikoriza yaitu mampu mentranslokasikan fosfor dari tanah kedalam tanaman dengan membentuk hifa yang tumbuh pada akar tanaman dan berfungsi sebagai perluasan permukaan serapan akar, sehingga permukaan tanaman bermikoriza lebih baik dibandingkan tanaman tanpa mikoriza (Husin, 2000).
Mikoriza Multispora terdiri dari (Glomus, Gigaspora, Acaulospora). Mikoriza multispora dapat menerima karbohidrat dan faktor pertumbuhan dari tanaman inang sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangannya sedangkan tanaman dapat meningkatkan serapan hara P dan unsur hara lainnya oleh adanya koloni akar dengan mikoriza. Selain itu dengan penambahan jamur mikoriza dapat meningkatkan produksi hormon pertumbuhan seperti auksin, sitokinin dan giberelin bagi tanaman inangnya (Muzakkir, 2010).
Di dalam jaringan akar, mikoriza membentuk arbuskel yang berfungsi sebagai tempat pertukaran antara mikoriza vesikular arbuscular (MVA) dengan akar tanaman inang. Selain itu, beberapa MVA juga dapat membentuk vesikel yang terbentuk melalui penggelembungan hifa terminal. Pertumbuhan hifa, pembentukan dan senescence arbuskel serta pembentukan vesikel berhubungan langsung dengan pertumbuhan akar (Pujiyanto, 2001).
Perkembangan MVA di dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pH, suhu, Fe, Al dan mikroorganisme tanah. Glomus berkembang dengan baik pada pH 5,5 sampai 6,5, dan Acaulospora pada pH 5,0. Hasil penelitian Sastrahidayat menunjukkan bahwa pada pH 4,5 hanya hifa yang halus saja yang dapat menginfeksi jaringan akar tanaman inang. Kadar air tanah yang lebih sedikit akan lebih memacu pembentukan spora mikoriza daripada tanah yang mempunyai kadar air berlimpah. Tanah yang mempunyai sistem aerasi yang baik lebih memacu terbentuknya spora MVA daripada tanah yang beraerasi jelek. Suhu tanah yang optimum untuk perkembangan MVA berkisar antara 25-30 oC. Jika suhu tanah meningkat karena adanya peningkatan suhu udara sekitar 40-45oC atau kurang dari 17-18oC, perkembangan dan keefektifan MVA akan menurun (Sastrahidayat, 1992).
Mikoriza Vesikular Arbuskular (mikoriza VA) membentuk hubungan mutualistik dengan hampir 85% spesies tumbuhan angiospermae, terutama tanaman legume seperti kedelai. Infeksi mikoriza VA akan meningkatkan penyerapan P dari tanah, antara lain dengan meningkatkan luas permukaan serapan akar di dalam tanah sehingga umumnya tanaman yang bermikoriza mempunyai kadar P yang lebih tinggi daripada tanaman yang tidak bermikoriza. P tanah yang rendah akan membuat mikoriza VA meningkatkan pertumbuhan vegetatif pada tanaman inang (Poulton et al. 2001).
Cendawan  Mikoriza  Arbuskular merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada pada  sebagian  besar  ekosistem  yang  menghubungkan  antara  tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam  akar tanaman dimana cendawan mengkolonisasi apoplast dan sel korteks untuk mem-peroleh karbon dari hasil  fotosintesis dari tanaman. CMA termasuk fungi divisi Zygo-micetes, famili  Endogonaceae yang terdiri dari Glomus, Entrophospora, Acaulospora, Archaeospora, Paraglomus,  Gigaspora  dan  Scutellospora.  Hifa memasuki sel kortek akar, sedangkan hifa yang lain menpenetrasi  tanah, membentuk  chlamydospores. 80% tanaman  dapat  bersimbiosis dengan CMA serta terdapat pada sebagian besar ekosistem alam dan pertanian serta memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan, kesehatan dan produktivitas tanaman (Sofyan, 2005).
Kelangkaan pupuk kandang dan tingginya harga pupuk buatan yang tadinya digunakan petani jagung, dapat digantikan posisinya dengan penggunaan mikroriza dan pupuk Bio P 2000 Z. Kedua bahan ini tersedia dan sering digunakan dalam budidaya jagung di ATP. Kebutuhan mikoriza untuk tanaman jagung adalah 20 kg per ha dan kebutuhan pupuk hayati P 2000 Z adalah 5 L per ha.  Penggunaan mikoriza dan pemberian pupuk hayati Bio P 2000 Z akan sangat membantu dalam penyelesaian masalah ini. peningkatan produksi pada jagung yang diberikan pupuk hayati, dibandingkan dengan hasil jagung dari perlakuan tanpak pupuk hayati. Petani sangat mengharapkan pupuk jenis ini banyak tersedia di pasaran sehingga mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau (Nurul dkk, 2010).




III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu
            Percobaan ini dilakukan di Kebun Percobaan dan Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala mulai Oktober 2015 sampai dengan Desember 2015.

3.2. Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam penelitian ii antara lain yaitu: polibag persemaian dan polibag 10 kg, autoklaf, ayakan tanah, cangkul, tali rafia, gembor, meteran, jangka sorong, timbangan digital, meteran, hand sprayer, tinta quick parker, mikroskop  compound type nicon 102, cawan petri, saringan, pinset, kaca preparat, kaca penutup, oven, pH meter, Hydrometer.
            Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: tanah ultisol, benih jagung manis, benih kacang tanah, dan benih kedelai (varietas anjasmoro). Mikoriza jenis glomus sp, gigaspora dan campuran.

3.3. Rancangan percobaan

            Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunkan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 4 x 3 yang terdiri dari dua faktor yaitu:

Faktor pertama adalah jenis mikoriza (M) yang terdiri dari 4 jenis yakni:
            M0       : Tanpa mikoriza
            M1          : Mikoriza jenis Glomus sp
            M2       : Mikoriza jenis Gigaspora
            M3          : Mikoriza jenis Campuran

Faktor kedua adalah jenis tanaman yang terdiri dari 3 jenis yakni:
            T1           : Kacang tanah
            T2         : Kedelai
            T3         : Jagung manis

Susunan kombinasi perlakuan disajikan pada tabel 1 adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Susunan kombinasi perlakuan antara jenis mikoriza dan jenis tanaman
Kombinasi Perlakuan
Jenis Mikoriza
(g/tanaman)
Jenis Tanaman
M0T1
Tanpa mikoriza
Kacang tanah
M0T2
Tanpa mikoriza
Kedelai
M0T3
Tanpa mikoriza
Jagung manis
M1T1
Glomus
Kacang tanah
M1T2
Glomus
Kedelai
M1T3
Glomus
Jagung manis
M2T1
Gigaspora
Kacang tanah
M2T2
Gigaspora
Kedelai
M2T3
Gigaspora
Jagung manis
M3T1
Campuran
Kacang tanah
M3T2
Campuran
Kedelai
M3T3
Campuran
Jagung manis

            Secara keseluruhan terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 36 unit percobaan, tiap unit percobaan terdiri dari 2 tanaman sampel.
            Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F, menggunakan model matematis RAK faktorial sebagai berikut
Yjik = αi + Kj + Pk + (KP)jk + εijk
Keterangan:
Yijk      :  nilai pengamatan untuk faktor kelompok pada taraf ke-i, faktor pemberian jenis mikoriza pada taraf ke-j dan jenis tanaman pada taraf ke-k
αi         :  nilai pengamatan pengaruh kelompok ke-i (i = 1,2,3)
Kj        :  pengaruh pemberian jenis mikoriza (M) taraf ke-j (j = 1,2,3,4) Pk: pengaruh pemberian jenis tanaman (T) taraf ke-k (k = 1,2,3) (KP)jk pengaruh interaksi pemberian jenis mikoriza (M) taraf ke-j dan pemberian jenis tanaman (T) taraf ke-k
εijk       : galat percobaan 

Apabila Uji F berpengaruh nyata maka akn dilakukan uji lanjut BNJ. Uji rata-rata perlakuan menggunakan Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

3.4. Pelaksanaan Percobaan
3.4.1. Persiapan Media Tanam
            Tanah yang digunakan dalam percobaan ini diperoleh dari tanah hasil praktikum sebelumnya yang telah steril. Tanah tersebut kemudian dimasukkan kedalam pot sebanyak 36 pot. Tiap pot berisi 15 kg tanah.
3.4.2. Penanaman
            Penanaman pada media perlakuan dilakukan setelah tanah disiram sampai kapasitas lapang, kemudian mikoriza ditaburkan kedalam lubang tanam, selanjutnya benih ditanam pada masing-masing perlakuan ditanam 2 benih per pot. Kemudian berikan pupuk dasar berupa urea SP36 dan KCl.
3.4.3. Pemeliharaan
            Cara memelihara tanaman jagung dan kacang tanah adalah dengan membersihkan rumput atau gulma dan mengatur ketersediaan air.



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
            Hasil terlampir.

4.2. Pembahasan
            Berdasarkan  praktikum konservasi tanah dan air yang telah dilakukan dilapangan, yaitu melakukan konservasi pada tanah ultisol. Konservasi ini dilakukan untuk memperbaiki tanah ultisol yang di ambil dari daerah Jantho, Aceh Besar, yang mana tanah ultisol adalah tanah  yang bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Ultisol hanya ditemukan di daerah-daerah dengan suhu tanah rata-rata lebih dari 80C. Ultisol adalah tanah dengan horizon argilik atau kandik bersifat masam dengan kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation) pada kedalaman 1,8 m dari permukaan tanah kaurang dari 35 persen, sedang kejenuhan basa pada kedalaman kurang dari 1,8 m dapat lebih rendah atau lebih tinggi dari 35 persen. Tanah ini umumnya berkembang dari bahan induk tua. Di Indonesia banyak ditemukan di daerah dengan bahan induk batuan liat. Tanah ini merupakan bagian terluas dari lahan kering di Indonesia yang belum dipergunakan untuk pertanian.
Tanah ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah.Hal ini karena kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan bahan organik pada lapisan atas.Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan hara.Kemasaman tanah berakibat pula terhadap baik atau buruknya atau cukup dan kurangnya unsur hara yang tersedia, dalam hal ini pada pH sekitar 6,5 tersedianya unsur hara dinyatakan paling baik, pada pH di bawah 6,0 unsur P, Ca, Mg, Mo ketersediaannya kurang, pada pH di bawah 4,0 ketersedian unsur hara makro dan Mo dinyatakan buruk sekali, pada pH rendah ketersediaan Al, Fe, Mn, Bo ketersediaannya akan demikian meningkat di mana tanaman akan mengalami keracunan (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1987). Kekurangan P pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah, atau kandungan P sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena diserap oleh unsur lain seperti Al dan Fe (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah Ultisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik di lapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organikhanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah Ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik.
            Upaya konservasi yang dilakukan adalah menggunakan beberapa jenis mikoriza dan beberapa jenis tanaman pada tanah ultisol serta dilakukan juga perlakuan kontrol tanpa mikoriza.Jenis-jenis mikoriza yang digunakan adalah Mikoriza jenis Glomus sp, Mikoriza jenis Gigaspora, Mikoriza jenis campuran. Jenis tanaman yang digunakan yaitu kacang tanah, kedelai dan jagung manis. Penggunaan mikoriza merupakan salah satu bentuk asosiasi simbiosis mutualkisme antara akar tumbuhan dengan jenis jamur tertentu.Fungsi mikoriza adalah untuk perbaikan nutrisi tanaman dan peningkatan pertumbuhan, sebagai pelindung hayati (bio-protection), terlibat dalam siklus biogeokimia, sinergis dengan mikroorganisme lain, dan mempertahankan keanekaragaman tumbuhan. Aplikasi teknologi mikoriza pada tanah ultisol akan mampu meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah sehingga bisa dihasilkan produk pertanian yang maksimal.
            Pada praktikum kali ini parameter yang digunakan untuk fase pertumbuhan adalah: tinggi tanaman, diameter batang sedangkan parameter pasca penen adalah: berat berangkas segar, berat buah segar, jumlah buah atau polong dan berat kering. Berdasarkan sidik ragam tinggi tanaman pada 15 HST, 22 HST, 29 HST dan 36 HST diperoleh bahwa: ketelitian penelitian pada pengamatan tinggi tanaman ini relatif rendah (KK > 15%), pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal satu komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah ultisol, akan tetapi terjadi interaksi yang tidak nyata antara perlakuan jenis mikoriza dan jenis tanaman.
            Pada parameter diameter diameter yang dilakukan pada 15 HST, 22 HST, 29 HST dan 36 HST berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa: ketelitian penelitian pada pengamatan diameter batang ini relatif rendah (KK > 15%), pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal satu komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah ultisol, serta terjadi interaksi yang sangat nyata antara perlakuan jenis mikoriza dan jenis tanaman.
            Parameter untuk pasca panen pada berat berangkas segar berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa: ketelitian penelitian pada pengamatan berat berangkas segar ini relatif rendah (KK > 15%), pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal satu komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah ultisol, akan tetapi terjadi interaksi yang tidak nyata antara perlakuan jenis mikoriza dan jenis tanaman.
Parameter pada berat buah segar berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa: ketelitian penelitian pada pengamatan berat segar buah ini relatif rendah (KK > 15%), pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal satu komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah ultisol, serta terjadi interaksi yang sangat nyata antara perlakuan jenis mikoriza dan jenis tanaman.
Kemudian pada parameter jumlah buah berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa: ketelitian penelitian pada pengamatan jumlah buah ini relatif rendah (KK > 15%), pengelompokkan tidak efektif dalam memperkecil eror, terdapat minimal satu komponen perlakuan yang menyebabkan perbedaan yang sangat nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol yang dilakukan, akan tetapi tidak terdapat perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah ultisol, akan tetapi terjadi interaksi yang tidak nyata antara perlakuan jenis mikoriza dan jenis tanaman.
Reaksi tanah  suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan reaksi asam basa dalam tanah. Reaksi kimia dan biokimia tanah hanya dapat berlangsung pada reaksi tanah yang spesifik.Laju dekomposisi mineral tanah dan bahan organik dipengaruhi oleh reaksi tanah.Sifat dan reaksi tanah dapat diartikan sebagai keseluruhan reaksi fisika-kimia yang berlangsung antara penyusun dan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah. Reaksi tanah adalah parameter tanah yang dikendalikan kuat oleh sifat-sifat elektro kimia koloid-koloid tanah, istilah ini menunjukan keasaman atau kebasaan tanah yang derajadnya ditentukan oleh kadar ion hidrogen dalam larutan tanah. Pengaruh pH terhadap tanah Reaksi tanah (pH) mempunyai peranan yang penting terhadap ketersediaan unsur-unsur hara, baik hara makro maupun hara mikro. Meningkatnya kelarutan ion¬ion Al, dan Fe dan juga meningkatnya aktifitas jasad-jasad renik tanah sangat dipengaruhi oleh keadaan phara Reaksi tanah berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah. Pada umumnya unsur hara makro akan lebih tersedia pada pH agak masam sampai netral, sedangkan unsur hara mikro kebalikannya yakni lebih tersedia pada pH yang lebih rendah. Tersedianya unsur hara makro, seperrti H tanah pH dan ketersediaan unsur-unsur hara Reaksi tanah berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah. Pada umumnya unsur hara makro akan lebih tersedia pada pH agak masam sampai netral, sedangkan unsur hara mikro kebalikannya yakni lebih tersedia pada pH yang lebih rendah. Tersedianya unsur hara makro, seperti nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium pada pH 6.5. Unsur hara fofor pada pH lebih besar dari 8.0 tidak tersedia karena diikat oleh ion Ca. Sebaliknya jika pH turun menjadi lebih kecil dari 5.0, maka fisfat kembali menjadi tidak tersedia. Hal ini dapat menjadi karena dalam kondisi pH masam, unsur-unsur seperti Al, Fe, dan Mn menjadi sangat larut. Fosfat yang semula tersedia akan diikat oleh logam-logam tadi sehingga, tidak larut dan tidak tersedia untuk tanaman. Beberapa tanaman tertentu dapat kekurangan unsur hara mikro seperti Fe dan Mn. Untuk memperoleh ketersediaan hara yang optimum bagi pertumbuhan tanaman dan kegiatan biologis di dalam tanah, maka pH tanah harus dipertahankan pada pH sekitar 6.0 – 7.0.
Faktor yang mempengaruhi pH tanah antara lain bahan induk, iklim, bahan organik, dan perlakuan-perlakuan manusia yang diberikan pada tanah.Bahan induk masam mendorong terbentuknya tanah yang bersifat masam sehingga pH nya akan bersifat asam, sedangkan  bahan induk basis akan membentuk tanah bersifat basis, sehingga pH nya akan bersifat basa. Iklim juga ikut berpengaruh untuk menentukan ph suatu tanah. Pada iklim didaerah basah (curah hujan tinggi) akan mendorong berkembangnya tanah yang bersifat masam, sedangkan iklim di daerah kering (curah hujan rendah) akan mendorong berkembangnya tanah yang bersifat basis. Selanjutnya adalah bahan organik. Tanah yang memiliki kandungan bahan organik sedikit, akan memiliki nilai pH yang tinggi dan bersifat basa, sedangkan tanah yang memiliki kandungan bahan organik banyak akan memiliki nilai pH yang rendah sehingga bersifat asam akibat banyaknya asam-asam organik hasil proses humifikasi. Faktor keempat adalah perlakuan  manusia terhadap pH yaitu pada penggunaan pupuk dan bahan amelioran. Bila pupuk yang digunakan mempunyai sifat fisiologis masam, maka akan menurukan pH tanah sedangkan bila pupuk yang digunakan menggunakan bahan amelioran yang bersifat basis (kapur), maka pH tanah akan meningkat. Faktor lain yang mempengaruhi ph tanah yaitu karena adanya sifat misel. Sifat misel yang berbeda-beda dalam mendisosiasikan ion H terjerap menyebabkan PH tanah berbeda pada koloid yang berbeda, walaupun kejenuhan basanya sama. 
Pada praktikum ini tanah yang digunakan adalah tanah ultisol. Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 5−3,10), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping ang mempunyai reaksi netral hingga agak masam (pH 6,80−6,50). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol dari granit, sedimen, dan tufa tergolong rendah masing-masing berkisar antara 2,90−7,50 cmol/kg, 6,11−13,68 cmol/kg, dan 6,10−6,80 cmol/kg, sedangkan yang dari bahan volkan andesitik dan batu gamping tergolong tinggi (>17 cmol/kg). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa tanah Ultisol dari bahan volkan, tufa berkapur, dan batu gamping mempunyai kapasitas tukar kation yang tinggi. Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat dengan pH tanah.
Berdasarkan tabel sidik ragam pengukuran pH sebelum tanam dengan menggunakan pH meter pada masing-masing perlakuan, diperoleh bahwa pH tanah ultisol berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan mikoriza pada akar tanaman yang dinyatakan dalam F hitung 7,26**, sedangkan F tabel  5% adalah 3,05dan Ftabel 1% adalah 4,82, dan pH tanah ultisol berpengaruh tidak nyata terhadap  pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam F hitung 3,12tn, sedangkan F tabel  5% adalah 3,44 dan Ftabel 1% adalah 5,72. Koofisien keragaman didapatkan sebesar  9,23%.
Berdasarkan tabel sidik ragam pengukuran pH setelah tanam dengan menggunakan pH meter pada masing-masing perlakuan, diperoleh bahwa pH tanah ultisol berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan mikoriza pada akar tanaman yang dinyatakan dalam F hitung 4,03*, sedangkan F tabel  5% adalah 3,05dan Ftabel 1% adalah 4,82, dan pH tanah ultisol berpengaruh sangat nyata terhadap  pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam F hitung 5,91**, sedangkan F tabel  5% adalah 3,44dan Ftabel 1% adalah 5,72. Koofisien Keragaman didapatkan sebesar 8,65%.
Berdasarkan tabel sidik ragam penimbangan berat berangkasan kering tanaman pada masing-masing perlakuan, diperoleh F hitung perlakuan mikoriza 0,08 tn ,F hitung perlakuan tanaman 49,75** , Hasil interaksi antara MxT 0,13 tn, dimana perlakuan mikoriza(M) berbeda tidak nyata terhadap produksi tanaman, perlakuan terhadap tanaman (T) berpengaruh sangat nyata, sedangkan interaksi antar perlakuan berpengaruh tidak nyata terhadap produksi berat berangkasan kering yang dilakukan. Pada perlakuan M F tabel pada taraf 5% 3,05, pada taraf 1 %  4,82, pada perlakuan T nilai F tabel taraf 5% 3,44, F tabel pada taraf 1 % 5,72, perlakuan interaksi pada F tabel taraf 5% 2,55, F tabel taraf 1% 3,76. Kofesien keragaman yang didapat sebesar 48,55%.  




V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum konservasi tanah dan air adalah :
1.      Upaya konservasi yang dilakukan adalah menggunakan beberapa jenis mikoriza dan beberapa jenis tanaman pada tanah ultisol serta dilakukan juga perlakuan kontrol tanpa mikoriza.Jenis-jenis mikoriza yang digunakan adalah Mikoriza jenis Glomus sp, Mikoriza jenis Gigaspora, Mikoriza jenis campuran. Jenis tanaman yang digunakan yaitu kacang tanah, kedelai dan jagung manis.
2.      Pada parameter jumlah buah berdasarkan sidik ragam diperoleh ketelitian penelitian pada pengamatan jumlah buah ini relatif rendah (KK > 15%), terdapat perbedaan yang nyata pada hasil usaha konservasi tanah ultisol akibat perbedaan jenis mikoriza yang diberikan, sedangkan pada perbedaan jenis tanaman yang ditanam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada usaha konservasi tanah ultisol, akan tetapi terjadi interaksi yang tidak nyata antara perlakuan jenis mikoriza dan jenis tanaman.
3.      Diperoleh bahwa pH tanah ultisol berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan mikoriza pada akar tanaman yang dinyatakan dalam F hitung 7,26**, sedangkan F tabel  5% adalah 3,05dan Ftabel 1% adalah 4,82, dan pH tanah ultisol berpengaruh tidak nyata terhadap  pertumbuhan tanaman yang dinyatakan dalam F hitung 3,12tn, sedangkan F tabel  5% adalah 3,44 dan Ftabel 1% adalah 5,72. Koofisien keragaman didapatkan sebesar  9,23%.

5.2 Saran
        Semoga praktikum yang dilakukan dapat dilanjutkan dengan mengaplikasikan jenis-jenis mikoriza yang lain.





DAFTAR PUSTAKA

Husin, E.F. 2000. Cendawan Mikoriza Arbuskula. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas: Padang.

Muzakkir. 2010. Keragaman dan Potensi Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula Indigenus Bersama Pupuk Hijau Terhadap Tanaman Jarak Pagar. Tesis Fakultas Pertanian. Universitas Andalas: Padang.

Nurul S. A. F, Dkk. 2010. Peningkatan Produksi Jagung Melalui Penggunaa Mikoriza Dan Pupuk Hayati Di Desa Bakung Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya: Palembang.

Prihastuti. 2007. Peluang dan tantangan aplikasi pupuk hayati pada tanaman kacang-kacangan. Agritek 15(3) : 617-624.

Poulton, J.L., R.T. Koide and A.G. Stephenson. 2001. Effects of mycorrhizal infection and soil phosphorus availability on in vitro and in vivo pollen performance in Lycopersicon esculentum (Solanaceae). American Journal of Botany.

Sastrahidayat, I.R. 1992. Pengaruh Pemberian hayati (Endomikoriza) pada Peningkatan Produktivitas Tanaman Kacang-kacangan pada tanah Miskin Fosfor. Kerjasama Badan Litbang Pertanian dan Unibraw, Malang.

Soepraptohardjo, M. 1961. Tanah merah di Indonesia. Contr. Gen. Agric. Res.Sta. No. 161. Bogor.

Sofyan, A., Y. Musa dan H. Feranita. 2005. Perbanyakan Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) pada Berbagai Varietas Jagung (Zea mays L) dan Pemanfaatannya pada Dua Varietas Tebu (Saccharum officinarum L). Jurnasl Sains dan Teknologi. Vol. 5 No.1 Hal. 12-20.

Subagyo, H., N. Suharta dan A. B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hlm. 21-66.





LAMPIRAN HASIL PENGAMATAN

Lampiran 1. Pengamatan Tinggi Tanaman 15 HST
Perlakuan
Kelompok
Total
Rata-rata
I
II
III
MT
8
3
17
28
9,33
MT
12
18
25
55
18,33
MT
34
33
18
85
28,33
MT
9
0
0
9
3,00
MT
0
22
26
48
16,00
MT
36
33
38
107
35,67
MT
8,5
9
16
33,5
11,17
MT
21
15
29
65
21,67
MT
40
35
32
107
35,67
MT
8,5
6
15
29,5
9,83
MT
20,5
21
29
70,5
23,50
MT
33
34
34
101
33,67
Total
230,5
229
279
738,5

Rerata Umum




20,51

Lampiran 2. Analisis Ragam Tinggi Tanaman 15 HST
SK
DB
JK
KT
F hitung
F tabel
0,05
0,01
Kelompok
2
134,85
67,42
1,60
tn
3,44
5,72
Perlakuan
11
4085,74
371,43
8,83
**
2,26
3,18
M
3
156,19
52,06
1,24
tn
3,05
4,82
T
2
3757,35
1878,67
44,65
**
3,44
5,72
MxT
6
172,21
28,70
0,68
tn
2,55
3,76
Galat
22
925,65
42,08




Total
35
5146,24
147,04





Keterangan : tn = berbeda tidak nyata

Lampiran 3. Pengamatan Diameter Batang 15 HST
Perlakuan
Kelompok
Total
Rata-rata
I
II
III
MT
4
2,8
4,4
11,2
3,73
MT
2,2
4,6
4
10,8
3,60
MT
6,7
6,3
4,1
17,1
5,70
MT
3,4
0
0
3,4
1,13
MT
0
4,1
4
8,1
2,70
MT
6,2
4,5
6,1
16,8
5,60
MT
1,3
4,1
4
9,4
3,13
MT
3,6
2,8
3,7
10,1
3,37
MT
5,6
6,5
6
18,1
6,03
MT
2,5
2,7
4,4
9,6
3,20
MT
4,9
2,6
3,7
11,2
3,73
MT
5,2
6,9
8,1
20,2
6,73
Total
45,6
47,9
52,5
146

Rerata Umum




4,06

Lampiran 4. Analisis Ragam Diameter Batang 15 HST
SK
DB
JK
KT
F hitung
F tabel
0,05
0,01
Kelompok
2
2,06
1,03
0,54
tn
3,44
5,72
Perlakuan
11
87,06
7,91
4,16
**
2,26
3,18
M
3
10,61
3,54
1,86
tn
3,05
4,82
T
2
71,04
35,52
18,67
**
3,44
5,72
MxT
6
5,41
0,90
0,47
tn
2,55
3,76
Galat
22
41,85
1,90




Total
35
130,97
3,74





Keterangan : ** = berbeda sangat nyata



Lampiran 5. Pengamatan Tinggi Tanaman 22 HST
Perlakuan
Kelompok
Total
Rata-rata
I
II
III
MT
16
9
14
39
13,00
MT
24
34
31
89
29,67
MT
59
64
43,3
166,3
55,43
MT
17
0
0
17
5,67
MT
0
40
33
73
24,33
MT
54
50
67
171
57,00
MT
11
15
18
44
14,67
MT
39
27
35
101
33,67
MT
67
60
55
182
60,67
MT
17
13
18
48
16,00
MT
34
36
42
112
37,33
MT
59
55
66,5
180,5
60,17
Total
397
403
422,8
1222,8

Rerata Umum




33,97

Lampiran 6. Analisis Ragam Tinggi Tanaman 22 HST
SK
DB
JK
KT
F hitung
F tabel
0,05
0,01
Kelompok
2
30,38
15,19
0,18
tn
3,44
5,72
Perlakuan
11
13347,54
1213,41
14,56
**
2,26
3,18
M
3
421,42
140,47
1,69
tn
3,05
4,82
T
2
12819,65
6409,82
76,90
**
3,44
5,72
MxT
6
106,47
17,75
0,21
tn
2,55
3,76
Galat
22
1833,78
83,35




Total
35
15211,70
434,62





Keterangan : tn = berbeda tidak nyata

Posting Komentar

0 Komentar