Laporan Perlindungan Tanaman : Hama dan Pestisida nabati


I. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Seperti kita ketahui bahwa tanaman adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang memiliki manfaat sangat besar terutama bagi kepentingan manusia. Sebagian besar produk/hasil tanaman tersebut dimanfaatkan oleh manusia untuk kepentingan hidup dan kehidupannya. Namun sebaliknya, produk/hasil tanaman tersebut juga diminati makhluk hidup lain yaitu hama. Fenomena inilah yang menyebabkan manusia harus senantiasa berusaha agar produk/hasil tanaman yang dibudidayakan tersebut terhindar dari gangguan organism pengganggu tanaman. Dalam agroekosistem, tanaman yang kita usahakan dinamakan produsen, sedangkan herbivore yang makan tanaman dinamakan konsumen pertama, sedangkan karnivora yang makan konsumen pertama adalah konsumen kedua. Herbivora yang ada pada tanaman tidak semuanya menimbulkan kerusakan. Ada herbivore yang keberadaanya dikehendaki ada juga yang tidak. Herbivore yang keberadaannya tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman yang dibudidayakan disebut hama. Jadi selama keberadaannya di tanaman tidak menimbulkan kerusakan secara ekonomis, maka herbivore tersebut belum berstatus hama.
Hama adalah semua herbivore yang dapat merugikan tanaman yang dibudidayakan manusia secara ekonomis. Akibat serangan hama produktivitas tanaman menjadi menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya, bahkan tidak jarang terjadi kegagalan panen. Oleh karena itu kehadirannya perlu dikendalikan, apabila populasinya di lahan telah melebihi batas Ambang Ekonomik. Dalam kegiatan pengendalian hama, pengenalan terhadap jenis-jenis hama (nama umum, siklus hidup, dan karakteristik) serta gejala kerusakan tanaman menjadi sangat penting agar tidak melakkukan kesalahan dalam mengmbil langkah/tindakan pengendalian.
Upaya meningkatkan hasil pertanian khususnya dalam mengatasi serangan Opt terus berkembang,  dan lebih cenderung memperhatikan beberapa aspek seperti keamanan lingkungan, kesehatan manusia dan ekonomi, maka muncul istilah ”integrated pest control”, integrated pest control dan selanjutnya menjadi integrated pest management (IPM), dan dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Konsep PHT muncul sebagai tindakan koreksi terhadap kesalahan dalam pengendalian hama yang dihasilkan melalui pertemuan panel ahli FAO di Roma tahun 1965. Di Indonesia, konsep PHT mulai dimasukkan dalam  Keputusan Presiden No. 3 tahun 1986 dan UU No.12/1992 tentang sistem budidaya tanaman. Namun tidak tepatnya penggunaan pestisida akibat lemahnya kontrol maka penggunaan pestisida juga tidak memberikan efek baik bagi lingkungan dan kesehatan.
Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui pemupukan tetapi juga melalui upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas dari serangan hama penyakit. Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai jenis zat kimia yang disebut dengan pestisida.. Namun penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara penggunaannya. Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya : Tanaman yang diberi pestisida dapat menyerap pestisida yang kemudian terdistribusi ke dalam akar, batang, daun, dan buah. Pestisida yang sukar terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu telah tercemar pestisida.
Oleh karena itu, maka mulai dikembangkan pestisida nabati yaitu pestisida yang tidak menggunakan bahan kimia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang memiliki beberapa khasiat untuk mebunuh atau mengendalikan OPT, baik dengan aroma yang menyengat, dengan rasa yang tidak enak maupun dengan kandungan alami pada tumbuhan tersebut yang dapat membunuh serangga. Penggunaan pestisida nabati merupakan salah satu solusi dalam mengendalikan OPT, khususnya pada tanaman padi, disamping dapat mengurangi efek kerusakan lingkungan maupun dampak terhadap kesehatan yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan kimia pada pestisida atau pestisida kimia.

1.2 Tujuan
            Untuk mengenal serangga hama dan tipe alat mulut menggigit, mengunyah,menghisap dan gejala serangannya serta teknik dan cara menggunakan pestisida nabati.


II. TINJAUAN PUSTAKA


Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida. Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama serangga. (Thamrin, 2008).
Pestisida alami adalah suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari alam seperti tumbuhan. Pestisida alami merupakan pemecahan jangka pendek untuk mengatasi masalah hama dengan cepat Pestisida nabati bersifat ramah lingkungan karena bahan ini mudah terdegradasi di alam, sehingga aman bagi manusia maupun lingkungan. Selain itu pestisida nabati juga tidak akan mengakibatkan resurjensi maupun dampak samping lainnya, justru dapat menyelamatkan musuhmusuh alami (Untung, 1993).
Nimba merupakan tumbuhan yang umum ditanam sebagai tanaman peneduh. Tanaman ini mempunyai potensi yang tinggi sebagai insektisida botanik. Karena bersifat toksid terhadap beberapa jenis hama dari ordo Orthoptera, Homoptera, Coleoptera, Lepidoptera, Diptera dan Heteroptera. Daun dan biji mimba diketahui mengandung Azadirachtin. Mengingat tanaman ini tersedia dalam jumlah yang relatif banyak, maka para ahli biologi di Indonesia sejak tahun 1980-an mulai banyak yang mencoba menggunakan ekstrak mimba untuk mengendalikan hama tanaman. Ekstrak mimba dapat dibuat secara sederhana dengan menggunakan air sebagai pelarut. Salah satu cara pengendalian hama di lapangan ialah dengan menyemprotnya pada tanaman. Konsentrasi penyemprotan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengendalian hama dan produksi tanaman. Penyemprotan ekstrak daun mimba secara periodik dan tepat konsentrasi diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman termasuk sawi yang merupakan objek penelitian. Karena senyawa tumbuh-tumbuhan umumnya mempunyai tingkat residu yang pendek (singkat), sehingga kurang menguntungkan pada saat serangan hama yang berat. Konsentrasi penyemprotan ekstrak daun mimba secara periodik dan tepat konsentrasi diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman kedele (Bukhari, 2008).

Insektisida nabati adalah herasal dari bahan tumbuhan yang diekstraksi kemudian diproses men,jadi konsentrat dengan tidak mengubah struktur kimianya. Insektisida ini mudah terurai atau terdegradari sehingga tidak persisten di alam ataupun pada bahan makanan. Oleh karena itu insketisida nabati sangat aman hagi manusia dan lingkungan sera disamping itu pula untuk mendukung pertanian organik dan di lain pihak untuk mengurangi penggunaan insektisida sintetis, diperlukan alternatif pengendalian yang ramah lingkungan dan murah harganya. Salah satunya adalah dengan menggunakan insektisida yang hcrasal dari bahan alami asal tumbuhan. Insektisida nahati ini memiliki sifat spesifik sehingga arnan hagi musuh alami hama. Residunya pun mudah terurai sehingga aman hagi lingkungan. Bahan bakunya dapat diperoleh dengan mudah dan murah (Indriani, 2006).



III. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Waktu dan Tempat percobaan
Tempat Percobaan : Laboratorium Hama dan Penyakit tumbuhan
         Universitas Syah Kuala.
Waktu Percobaan   : Selasa 18 Maret 2014 pukul 10:00-12:00 WIB.

3.2. Bahan dan Alat Percobaan
Bahan : Percobaan Serangga Hama
 - Belalang kayu
             - Ulat penggulung daun pisang
             - Kumbnag tanduk
             - Kutu putih
             - Kepik hijau
             - Alkohol 90%            
             - Tanaman inang
 Percobaan Pestisida Nabati
 - Keong emas 10 ekor
             - Kangkung liar
             - Ekstrak daun Nimba
             - Ekstrak daun Biduri
             - Ekstrak daun Sirih
             - Ekstrak Bawang putih
             - Ekstrak Lengkuas
Alat  : Percobaan Serangga Hama
            - Pinset
            - Jarum pentul
            - Papan preparat
            - Kaca pembesar
            Percobaan Pestisida Nabati
            - Kain kasar
            - Toples

3.3. Prosedur Percobaan
Percobaan Serangga Hama
1.      Objek praktikum diawetkan di dalam alkohol 90 %
2.      Objek dilekatkan pada papan preparat dengan jarum pentul
3.      Objek di gambar serta tanaman inang yang terserang oleh OPT dan tuliskan gejala serangan dan teknik pengendaliannya.

Percobaan Pestisida Nabati
1.      Keong emas di cuci bersih.
2.      Keong emas diletakkan di dalam toples yang berisi air bersih dan kangkung.
3.      Lalu tuangkan dengan ekstrak pestisida nabati.
4.      Amati perubahan yang terjadi dalam kurun waktu 1 minggu.





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel hasil percobaan Serangga Hama

No
Nama serangga
Ordo serangga
Tipe perkembangan
Tipe alat mulut
1.
Belalang kayu
(Valanga nigricarnis)
Orthoptera
Paurometabola
Menggit mengunyah
2.
Walang sangit
(leptocorisa acuta)
Hemiptera
Paurometabola
Menggit menghisap
3.
Kumbang tanduk
(oryctes rhinoceros)
Coloeptera
Holometabola
Menggit mengunyah
4.
Kutu putih
(Aphis Sp)
Homoptera
Paurometabola
Menghisap menusuk
5.
Kepik hijau
 (Nezara viridula)
Hemiptera
Holometabola
Menghisap
6.
Ulat pisang
(Erionata thrax)
Lepideptera
holometabola
Menghisap menusuk

Tabel hasil pengamatan Pestisida nabati

Preparat
Ordo
Waktu Pengamatan
Hari Ke-1
Hari Ke-2
Hari Ke-3
Hari Ke-4
Hari Ke-5
Hari Ke-6
Hari Ke-7
Keong emas (Pomacea canaliculata)
Archetinaenioglossa
3
7
-
-
-
-
-

4.2. Pembahasan
Tipe mulut menggigit dan mengunyah

KUMBANG TANDUK (Oryctes rhinoceros .L)

Klasifikasi:
Kingdom   :Animalia
Filum         :Arthropoda
Kelas         :Insecta
Ordo          :Coleoptera
Famili        :Scarabaeidae
Genus        :Oryctes
Spesies      :Oryctes rhinoceros L.

Kumbang ini merupakan hama utama yang menyerang kelapa sawit dan sangat merugikan di Indonesia, khususnya di areal replanting yang saat ini sedang dilakukan secara besar-besaran di Indonesia. Hal ini disebabkan karena pada areal replanting, banyak tumpukan bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan sebagai tempat berkembang biak hama ini.

Siklus Hidup
Siklus hidup kumbang tanduk bervariasi tergantung pada habitat dan kondisi lingkungannya. Musim kemarau yang panjang dengan jumlah makanan yang sedikit akan memperlambat perkembangan larva serta ukuran dewasa yang lebih kecil dari ukuran normal. Suhu perkembangan larva yang sesuai adalah 27oC-29oC dengan kelembapan relatif 85-95% (Bedford, 1980). Satu siklus hidup hama ini dari telur sampai dewasa sekitar 6-9 bulan.


Biologi dan Ekologi
Kumbang akan meletakkan telur pada sisa-sisa bahan organik yang telah melapuk. Misalnya batang kelapa sawit yang masih berdiri dan telah melapuk, rumpukan batang kelapa sawit, batang kelapa sawit yang telah dicacah, serbuk gergaji, tunggul-tunggul karet serta tumpukan tandan kosong kelapa sawit (Dhileepan, 1988). Adanya tanaman kacangan penutup tanah akan menghalangi pergerakan kumbang dalam menemukan tempat berkembang biak. Liew dan Sulaiman (1993) mengamati bahwa tanaman penutup tanah setinggi 0,6-0,8 m mengurangi perkembangbiakan kumbang tanduk.
Batang kelapa sawit yang diracun dan masih berdiri sampai pembusukan pada sistem underplanting merupakan tempat berkembangbiak yang paling baik bagi kumbang tanduk. Selama lebih dari 2 tahun masa dekomposisi, batang yang masih berdiri memberikan perkembangbiakan 39.000 larva perhektar dibandingkan dengan batang yang telah dicacah dan dibakar (500 larva perhektar) (Samsudin et al., 1993).




Kerusakan Dan Pengaruhnya Di Lapangan
Kumbang O. rhinoceros menyerang tanaman kelapa sawit yang baru ditanam di lapangan sampai berumur 2,5 tahun. Kumbang ini jarang sekali dijumpai menyerang kelapa sawit yang sudah menghasilkan (TM). Namun demikian, dengan dilakukannya pemberian mulsa tandan kosong kelapa sawit (TKS) yang lebih dari satu lapis, maka masalah hama ini sekarang juga dijumpai pada areal TM.

Pengendalian Biologi
Pengendalian kumbang tanduk O. rhinoceros secara biologi menggunakan beberapa agensia hayati diantaranya jamur Metarhizium. anisopliae dan Baculovirus oryctes. Jamur M. anisopliae merupakan jamur parasit yang telah lama digunakan untuk mengendalikan hama O. rhinoceros. Jamur ini efektif menyebabkan kematian pada stadia larva dengan gejala mumifikasi yang tampak 2-4 minggu setelah aplikasi. Jamur diaplikasikan dengan menaburkan 20 g/m2 (dalam medium jagung) pada tumpukan tandan kosong kelapa sawit dan 1 kg/batang kelapa sawit yang telah ditumbang. Baculovirus oryctes juga efektif mengendalikan larva maupun kumbang O. rhinoceros.

Pengendalian Kimia
Pengendalian menggunakan insektisida kimia masih banyak dilakukan. Insektisida kimia yang dahulu efektif di lapangan adalah organoklorin. Karena toksisisitas organoklorin yang tinggi, maka insektisida tersebut diganti dengan karbofuran yang penggunaannya pada interval 4-6 minggu untuk mengendalikan kumbang dewasa.

ULAT  PENGGULUNG DAUN PISANG (Erienota thrax)
Penyebabnya adalah ulat Erionata thrax. Larva yang baru menetas memakan daun pisang dengan membuat gulungan daun. Seluruh siklus hidupnya terjadi di dalam gulungan daun. Daun terpotong-potong karena tergulung dan jika dibiarkan tanaman akan menjadi gundul.

Klasifikasi :
Kingdom               : Animalia
Filum                     : Arthropoda
Kelas                     : Insecta
Ordo                      : Lepidoptera
Famili                    : Hesperiidae
Genus                    : Erienota
Spesies                  : Erienota thrax






Gejala Serangan
Daun yang diserang ulat biasanya digulung, sehingga menyerupai tabung dan apabila dibuka akan ditemukan ulat di dalamnya. Ulat yang masih muda memotong tepi daun secara miring, lalu digulung hingga membentuk tabung kecil. Di dalam gulungan tersebut ulat akan memakan daun.
Apabila daun dalam gulungan tersebut sudah habis, maka ulat akan pindah ke tempat lain dan membuat gulungan yang lebih besar. Apabila terjadi serangan berat, daun bisa habis dan tinggal pelepah daun yang penuh dengan gulungan daun.

Morfologi/Bioekologi
Kupu-kupu mengisap madu bunga pisang dan melakukan kopulasi sambil berterbangan pada waktu sore dan pagi hari serta bertelur pada malam hari.Telur diletakkan berkelompok sebanyak ± 25 butir pada daun pisang yang masih utuh.

Ulat yang masih muda warnanya sedikit kehijauan, tubuhnya tidak dilapisi lilin. Sedangkan ulat yang lebih besar berwarna putih kekuningan dan tubuhnya dilapisi lilin. Pupa berada di dalam gulungan daun, berwarna kehijauan dan dilapisi lilin. Panjang pupa lebih kurang 6 cm dan mempunyai belalai (probosis). Siklus hidup di Bogor berkisar antara 5 – 6 minggu.

Tanaman Inang Lain
Tanaman pisang hias, pisang serat.

Pengendalian
• Cara mekanis
- Daun pisang yang tergulung diambil, kemudian ulat yang ada di dalamnya    dimusnahkan
• Cara biologi
- Pemanfaatan predator seperti burung gagak dan kutilang
- Pemanfaatan parasitoid telur (tabuhan Oencyrtus erionotae Ferr), parasitoid larva muda (Cotesia (Apanteles) erionotae Wkl), dan parasitoid pupa (tabuhan Xanthopimpla gampsara Kr.). Parasitoid lainnya: Agiommatus spp., Anastatus sp.. Brachymeria sp., dan Pediobius erionatae.


BELALANG KAYU ( Valanga nigricornis )

klasifikasi:
Kingdom                : Animalia
Phylum                   : Arthropoda
Class                       : Insecta
Order                      : Orthoptera
Family                     : Acridoidea
Genus                     : Valanga
Spesies                   : nigricornis
Nama Latin             : Valanga nigricornis

Morfologi Dan Anatomi Belalang
Tubuh belalang terdiri dari 3 bagian utama, yaitu kepala, dada (thorax) dan perut (abdomen). Belalang juga memiliki 6 enam kaki bersendi, 2 pasang sayap, dan 2 antena. Kaki belakang yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan kaki depan yang pendek digunakan untuk berjalan. Meskipun tidak memiliki telinga, belalang dapat mendengar. Alat pendengar pada belalang disebut dengan tympanum dan terletak pada abdomen dekat sayap. Tympanum berbentuk menyerupai disk bulat besar yang terdiri dari beberapa prosesor dan saraf yang digunakan untuk memantau getaran di udara, secara fungsional mirip dengan gendang telinga manusia.
Belalang punya 5 mata (2 compound eye, dan 3 ocelli). Belalang termasuk dalam kelompok hewan berkerangka luar (exoskeleton). Contoh lain hewan dengan exoskeleton adalah kepiting dan lobster.

Siklus hidup
Belalang betina dewasa berukuran lebih besar daripada belalang jantan dewasa, yaitu 58-71 mm sedangkan belalang jantan 49-63 mm dengan berat tubuh sekitar 2-3 gram.
belalang betina berukuran lebih besar dari pada belalang jantan. Belalang dapat hidup hampir di semua penjuru dunia kecuali kutub utara dan selatan.

Reproduksi Belalang
Organ reproduksi belalang jantan disebut dengan nama aedeagus.Selama proses reproduksi, belalang jantan akan memasukkan spermatophore (satu paket berisi sperma) ke dalam ovipositor belalang betina. Sperma memasuki sel telur melalui saluran halus yang disebut micropyles.
Total masa hidup belalang setelah menetas adalah sekitar 2 bulan (1 bulan sebagai nimfa, 1 bulan sebagai belalang dewasa), itupun jika mereka selamat dari serangan predator. Setelah telur yang mereka hasilkan menetas, daur hidup belalang yang singkat akan berulang.

Metamorfosis Belalang
Belalang adalah hewan yang mengalami metamorfosis tidak sempurna. Metamorfosis tidak sempurna adalah metamorfosis yang hanya memiliki 3 tahap, yaitu telur, nimfa, dan imago (dewasa). Dimana tampilan fisik antara nimfa dan imago tidak jauh berbeda. Contoh serangga lain yang mengalami metamorfosis tidak sempurna adalah wereng, jangkrik dan kecoa.
Sedangkan metamorfosis sempurna adalah metamorfosis yang memiliki 4 tahap, yaitu telur, nimfa, pupa, dan imago. Tahap yang membedakan metamorfosis tidak sempurna dengan metamorfosis sempurna adalah tahap pupa (kepompong). Perbedaan lainnya adalah tampilan fisik nimfa dan imago serangga yang mengalami metamorfosis sempurna sangat berbeda. Contoh serangga yang mengalami metamorfosis sempurna adalah kumbang, kupu-kupu, lebah, tawon, dan lalat.

Pengendalian
Secara Biologi
Predator belalang Blister Beetle (Lytta magister), Kodok, Kadal, Burung Pipit, Bebek, dan Belalang Sembah adalah beberapa musuh utama belalang. Burung Pipit (Passer domesticus) tanaman pengusir belalang Horehound (Marrubium vulgare) dan Daun ketumbar/Cilantro/Coriander dipercaya dapat mengusir belalang.
                  
Tipe Mulut Menusuk Dan Mengisap

WALANG SANGIT (Leptocorisa acuta)

Klasifikasi:
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Kelas               : Insecta
Ordo                : Hemiptera
Famili              : Alydidae
Genus              : Leptocorixa
Spesies            : Acuta

Daerah Sebaran
Walang sangit (L. acuta) mempunyai daerah sebaran yang sangat luas, hampir di semua negara produsen padi. Daerah penyebaran L. acuta) antara Asia Tenggara, Kepulauan Fiji, Australia, Srilangka, India, Jepang, Cina, Pakistan dan Indonesia (Harahap dan Tjahyono, 1997).
Di Indonesia L. Acuta tersebar di daerah Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi (Baehaki, 1992).

Tanaman inang
Walang sangit selain menyerang tananamn padi yang sudah bermalai dapat pula berkembang pada rumput-rumputan seperti Panicium crusgalli L., Paspalum dilatatum Scop., rumput teki (Echinocloa crusgalli dan E. colonum) (Baehaki,1992).

Siklus Hidup
Walang sangit bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Telur berwarna hitam, berbentuk segi enam dan pipih. Satu kelompok telur terdiri dari 1-21 butir, lama periode telur rata-rata 5,2 hari (Siwi et al., 1981).
Nimfa berukuran lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Lama periode nimfa rata-rata 17,1 hari. Pada umumnya nimfa berwarna hijau muda dan menjadi coklat kekuning-kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat saat dewasa. Walaupun demikian warna walang sangit ini lebih ditentukan oleh makanan pada periode nimfa. Bagian ventral abdomen walang sangit berwarna coklat kekuning-kuningan jika dipelihara pada padi, tetapi hijau keputihan bila dipelihara pada rumput-rumputan (Goot, 1949 dalam Suharto dan Siwi, 1991).
Serangga dewasa berbentuk ramping dan berwarna coklat, berukuran panjang sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm dengan tungkai dan antenna yang panjang. Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1.
Setelah menjadi imago,  serangga ini baru dapat kawin setelah 4-6 hari, dengan masa pra peneluran 8,1 dan daur hidup walang sangit antara 32-43 hari. Lama periode bertelur rata-rata 57 hari (berkisan antara 6-108 hari, sedangkan serangga dapat hidup selama rata-rata 80 hari (antara 16-134 hari) (Siwi et al., 1981).


Bioekologi dan Morfologi
Walang sangit (L. acuta) mengalami metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago. Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai relatif panjang. Warna tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 – 30 mm. Nimfa berwarna kekuningan, kadang-kadang nimfa tidak terlihat karena warnanya sama dengan warna daun. Stadium nimfa 17 – 27 hari yang terdiri dari 5 instar.
Imago walang sangit yang hidup pada tanaman padi, bagian ventral abdomennya berwarna coklat kekuning-kuningan dan yang hidup pada rerumputan bagian ventral abdomennya berwarna hijau keputihan. Bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Aktif menyerang pada pagi dan sore hari, sedangkan di siang hari berlindung di bawah pohon yang lembab dan dingin.

Gejala Serangan dan Kerusakan yang ditimbulkan
Nimfa dan imago mengisap bulir padi pada fase masak susu, selain itu dapat juga mengisap cairan batang padi. Malai yang diisap menjadi hampa dan berwarna coklat kehitaman. Walang sangit mengisap cairan bilir padi dengan cara menusukkan styletnya.
Nimfa lebih aktif daripada imago, tapi imago dapat merusak lebih banyak karena hidupnya lebih lama. Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi mengecil jika cairan dalam bilir tidak dihabiskan. Dalam keadaan tidak ada bulir yang matang susu, maka dapat menyerang bulir padi yang mulai mengeras, sehingga pada saat stylet ditusukkan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna karbohidrat.

Pengendalian
Serangan walang sangit dapat dikendalikan dengan berbagai cara misalnya melakukan penanaman serempak pada suatu daerah yang luas sehingga koloni walang sangit tidak terkonsentrasi di satu tempat sekaligus menghindari kerusakan yang berat. Pada awal fase generstif dianjurkan untuk menanggulangi walang sangit dengan perangkap dari tumbuhan rawa Limnophila sp., Ceratophyllum sp., Lycopodium sp. dan bangkai hewan : kodok, kepiting, udang dan sebagainya. Walang sangit yang tertangkap lalu dibakar.
Parasit telur walang sangit yang utama adalah Gryon nixoni dan parasit telur lainnya adalah Ooencyrtus malayensis (Baeheki, 1992).
Walang sangit dapat tertarik pada bau-bau tertentu seperti bangkai dan kotoran binatang, beberapa jenis rumput seperti Ceratophyllum dermesum L., C. Submersum L., Lycopodium carinatum D., dan Limnophila spp. Apabila walang sangit sudah terpusat pada tanaman perangkap, selanjutnya dapat diberantas secara mekanik atau kimiawi (Natawigena, 1990).
Pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida yang dianjurkan dan aplikasinya didasarkan pada hasil pengamatan. Apabila terdapat dua ekor walang sangit per meter persegi (16 rumpun) saat padi berbunga serempak sampai masaka susu, saat itulah dilakukan penyemprotan. (Harahap dan Tjahyono, 1997). Walang sangit dewasa dapat dikendalikan dengan insektisida monokrotofos. Insektisida yang efektif terhadap walang sangit adalah BPMC dan MICP.

KEPIK HIJAU (Nezara viridula)

Klasifikasi :
Kingdom         : Animalia (Hewan)
Filum               : Arthropoda (arthropoda)
Kelas               : Insecta (Serangga)
Order               : Hemiptera
Subordo          : Heteroptera
Family             : Pentatomidae
Subfamily        : Pentatominae
Genus              :Nezara
 Species           : Nezara viridula

Daur hidup
Panjang 16 mm, telur di bawah permukaan daun, berkelompok. Setelah 6 hari telur menetas menjadi nimfa (kepik muda), yang berwarna hitam bintik  putih. Pagihari berada di atas daun, saat matahari bersinar turun ke polong,memakanpolong dan bertelur. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1sampai 6bulan.

Morfologi dan biologi
Hama kepik hijau ini pada stadia imago berwarna hijau polos, kepala berwarna hijau serna pronotumnya berwarna jingga dan kuning keemasan,kuning kehijauan dengan tiga bintik berwarn hijau dan kuning polos. Telur diletakkan berkelompok (10-90 butir/kelompok) pada permukaan bawah daun.
 Nimfa terdiri dari 5 instar. Instar awal hidup bergerombol di sekitar bekas telur,kemudian menyebar. Pada kedelai nimfa dan imago terutama mengisap polong.

Gejala
Gejala serangan hama kepik hijau menyerang Polong dan biji menjadi mengempis, polong gugur, biji menjadi busuk, hingga berwarna hitam. Kulit biji menjadi keriput dan adanya bercak coklat pada kulit biji. Periode kritistanaman terhadap serangan penghisap polong ini adalah pada stadia pengisian biji. Nimfa dan imago merusak polong dan biji kedelai dengan cara mengisapcairan biji. Serangan yang terjadi pada fase pertumbuhan polong dan perkembangan biji menyebabkan polong dan biji kempis, kemudian mengering.Serangan terhadap polong muda menyebabkan biji kempis dan seringkali polong gugur. Serangan yang terjadi pada fase pengisian biji menyebabkan bijimenghitam dan busuk.

Pengendalian
Pengendalian hama perusak polong dapat dilakukan dengan beberapa caraantara lain: Menanam varietas unggul seperti: varietas wilis, varietas Orba(1974),varietas Galunggung (1981), Varietas Guntur (1982), dan varietasLokon (1982).


KUTU PUTIH (Pseudococcus)

Klasifikasi :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Mollusca
Kelas               : Gastropoda
Ordo                : Homoptera
Famili              : Pseudococcidae
Genus              : Pseudococcus
Spesies            : Pseudococcus spp.

Siklus Hidup
Kutu betina berbentuk oval memanjang, beruas, tidak  bersayap dan mampu bertelur sampai 300-500 butir,. Telurnya berwarna kuning terbungkus dalam jaringan seperti lilin yang longgar (Borror, 1971). Telur menetas setelah 6-20 hari. Peletakan telur berlangsung selama 1 atau 2 minggu kemudian kutu betina mati. Nimfa muda menghisap cairan dari daun atau buah. Kutu putih bergerak lambat (Metcalf dan Flint, 1992).
Nimfa muda gerakannya lamban dan untuk tumbuh sampai dewasa memerlukan waktu 1-4 bulan. Bentuk kutu elips, berwarna coklat kekuningan, panjang ±3 mm, tertutup dengan massa putih seperti lilin yang bertepung. Sepanjang tepi badannya terdapat tonjolan terpanjang pada bagian belakang (Rukmana dan Sugandi, 2002).
Kutu  Pseudococcus spp. cepat berkembang di daerah ketinggian 600 mdpl. Hidup secara koloni di bawah tanah dan kadang ditemukan di permukaan buah. Siklus hidup kutu ini sekitar 20-40 hari. Induk betina menghasilkan telur sampai 300 butir (Kalshoven, 1981).
     
Gejala Serangan
Penyebaran kutu dapat disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa orang, maupun terbawa serangga lain dan terbawa burung. Keberadaan kutu yang cukup tinggi dan bersifat polipag mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat. Disamping itu, dari sifat biologisnya yang merusak tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan eksudat berupa embun madu sampai menimbulkan kematian tanaman. Dengan demikian kutu putih ini memiliki potensi dapat merugikan ekonomis yang cukup tinggi

Pengendalian
Cara kultur teknis
-   Mengurangi kepadatan tajuk agar tidak terlalu rapat dan saling menutupi;
-  Mengurangi kepadatan buah.
Cara kimiawi :
-  Mencegah semut dengan memberi kapur anti semut;
- Menyemprot dengan insektisida dan fungisida yang efektif dan terdaftar (bila ada jelaga hitam).

Keong Mas dengan Pestisida Nabati

KEONG MAS (Pomacea caniliculata)

Keong mas memakan tanaman padi muda yang baru ditanam serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal. Serangan keong mas yang parah dapat mengakibatkan tanaman padi yang baru di tanam habis total. Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama untuk padi tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada sistem tabela (tanam benih secara langsung). Setelah umur tersebut, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.

Siklus hidup
1. Telur :
- Masa bertelur sampai menetas 7-14 hari

2. Masa Pertumbuhan :
- Pertumbuhan awal 15-25 hari
- Pertumbuhan lanjut 26-59 hari

3. Dewasa :
- Masa berkembangbiak 60 hari sampai 3 bulan

ciri-ciri secara biologi :
- Hidup di air
- Dapat bertahan hidup 6 bulan didalam tanah kering selama
  musim kemarau dan aktif kembali pada musim hujan.
- Keong Mas dewasa dapat bertahan hidup lebih dari 3 tahun
- Setiap bulan Keong Mas dapat menghasilkan 1000 butir telur
- Keong Mas merusak tanaman padi umur 1 -3 minggu setelah tanam

Pengendalian :
- Memasang pagar plastik
- Menanam bibit berumur tua untuk IR 64 : 25 hari ; Cisadane : 30 hari
  ( menanam bibit terlalu tua jumlah anakan sedikit)
- Menanam bibit 3-7 tunas per rumpun (terlalu banyak tunas
  per rumpun pemborosan benih)
- Memasang saringan di saluran irigasi
- Menancapkan bambu untuk bertelur (setelah terkumpul dimusnahkan)
- Membuat parit agar keong mas berkumpul
- Memasukkan bebek kesawah setelah umur padi mencapai 35 hari
- Menaburkan daun kencur di lokasi yg terserang keong mas
- Memungut Keoang Mas untuk :
  a. Dimasak sebagai hidangan
  b. POC (Pupuk Organik Cair)
  c. MOL (Mikro Organisme Lokal)
  d. Tambahan pakan ternak

Pestisida Nabati untuk Keong Mas            
            Tanaman Biduri (Calotropis gigantean L.) merupakan tumbuhan liar yang telah banyak dikaji. Tanaman ini mengandung senyawa moluskosida yang dapat menghambat aktivitas keong Pomacea. Getah Biduri (Calotropis gigantean L) mengandung glikosida, protease, taraxasterol, kalotropin, kardenolida, flavonoid, gigantisin, kalaktin, kalotoksin, uscharidin, gigantin, uscharin, kalotropain, alkaloid, polifenol, tannin, saponin, sterol, triterpenoid, terpene, pregnana, asam amino nonprotein, α-amirin, β-amirin, ψ-taraxasterol, lupeol, kalatropogenin, asam amino, klorofil, amida, karbohidrat, lignin, dan zat tepung.
                Pemberian larutan getah Biduri ke dalam wadah menyebabkan keong Pomacea sulit bergerak dan menghambat pernapasan. Zat tersebut menyebar dengan segera dan menyebabkan reaksi spontan pada keong. Perbedaan konsentrasi sangat berpengaruh terhadap lama pajanan.
Respon yang diberikan keong betina dan jantan ketika diberikan senyawa getah Biduri :
o Menarik kaki ke dalam cangkang untuk mengurangi kadar zat terserap,
o Menaiki dinding atas agar sifon mendapatkan udara bersih.
o Mengeluarkan kotoran sebagai reaksi zat tersebut telah masuk ke tubuh keong.
o Mengeluarkan lendir melalui operculum dan operculum menjadi kaku.
            Jantung merupakan organ yang paling vital pada tubuh makhluk hidup. Jantung keong Pomacea berwarna orange cerah. Bila zat racun terserap dan menghambat pernapasan si keong, maka jantungnya akan berwarna orange pudar. Pembedahan tubuh keong betina menunjukkan jantung yang berwarna orange, sedangkan jantung keong jantan berwarna orange pudar.
            Kematian keong betina membutuhkan waktu ± 12 menit, sedangkan keong jantan membutuhkan waktu ± 13 menit. Perbedaan ini dipengaruhi oleh ketahanan tubuh masing – masing keong dan konsentrasi zat yang diberikan juga berbeda.



V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :

1.      Kumbang ini merupakan hama utama yang menyerang kelapa sawit dan sangat merugikan

2.      Daun pisang yang diserang ulat penggulung daun pisang biasanya digulung, sehingga menyerupai   tabung dan apabila dibuka akan ditemukan ulat di dalamnya.

3.      Belalang merupakan serangga herbivora dari subordo Caelifera dalam ordo Orthoptera. Serangga ini memiliki antena yang hampir selalu lebih pendek dari tubuhnya dan juga memiliki ovipositor pendek.

4.      Walang sangit selain menyerang tananamn padi yang sudah bermalai dapat pula berkembang pada rumput-rumputan

5.      Walang sangit (L. acuta) mengalami metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia telur.

6.      Hama kepik hijau ini pada stadia imago berwarna hijau polos, kepala berwarna hijau serna pronotumnya berwarna jingga dan kuning keemasan.

7.      Gejala serangan hama kepik hijau menyerang Polong dan biji menjadi mengempis, polong gugur, biji menjadi busuk, hingga berwarna hitam.

8.      Penyebaran kutu dapat disebabkan oleh angin, terbawa bibit, terbawa orang, maupun terbawa serangga lain dan terbawa burung. Keberadaan kutu yang cukup tinggi dan bersifat polipag mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat.

9.      Getah tanaman Biduri (Calotropis gigantean L) memiliki efek toksik terhadap keong Pomacea.

10.  Konsentrasi larutan getah mempengaruhi lama pajanan dan perubahan warna pada jantung keong Pomacea.

5.2. Saran

Diharapkan kepada praktikan agar lebih serius dalam praktikum, dan lebih teliti lagi dalam melakukan pengamatan hama dan penyakit di lapangan. 




DAFTAR PUSTAKA

Bukhari. 2008. Hama dan penyakit. Gramedia : Jakarta

Djafarudin. 2001. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Bumi Aksara : Jakarta

Indriani. 2006. Tanaman terpadu. Erlangga : Jakarta

Martoredjo, T. 1984. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan Bagian dari Perlindungan Tanaman.  Andi Offset : Yogyakarta
Thamrin. 2008. Penyakit tanaman. Gurada : Yogyakarta

Tjoa Tjiem. 1956. Memberantas Hama-hama Jeruk. Pusat Jawatan Pertanian Rakyat : Djakarta

Untung. 1993. Ilmu Tanaman. Media sura : Makassar

Yudiarti, T. 2007. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Graha Ilmu : Yogyakarta


Posting Komentar

0 Komentar